Karena tujuannya bukan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal, maka kawin kontrak tidak menginginkan adanya regenerasi (kelahiran anak), tidak ada nilai ibadah, semata-mata untuk kebutuhan biologis semata.Â
Selain itu, kawin kontrak tidak memenuhi persyaratan sahnya perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Ketentuan tersebut dinyatakan bahwa sahnya suatu perkawinan apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama.
Sehingga apabila perkawinan dilakukan tidak memenuhi syarat hukum agama masing-masing maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah.Â
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa perjanjian perkawinan --baik Prenuptial Agreement maupun Postnuptial Agreement-- diatur dan diakui secara hukum positif dan hukum Islam. Sedangkan kawin kontrak sebaliknya, tidak diakui secara hukum positif maupun hukum Islam, untuk itu harus dihindari dari praktek tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H