Hiruk pikuk di jagat maya mengenai kasus penembakan Brigadir J, hingga saat ini seolah tidak habis-habisnya. Semakin lama, media semakin ramai mengulik cerita terkait perjalan kasus tersebut, yang semakin hari semakin 'seru' alur yang diumbar ke publik.
Bahkan tiap menit melalui berbagai media online, seolah tak mau kalah ambil bagian dari hingar bingar kasus ini. Mengalahkan viralnya kasus lain yang tak kalah seru untuk diumbar ke publik.
Ialah kasus korupsi yang melibatkan Surya Darmadi dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp. 78 triliun. Angka yang cukup fantastis. Hingga disematkan sebagai kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Menurut Kejagung, melansir Kompas.com, Surya Darmadi diduga melakukan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Riau melalui PT. Duta Palma Grup.
"SD selaku Pemilik PT. Duta Palma Grup, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-44/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-40/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022", ungkap Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Surya Damadi juga diduga terlibat dan telah dijadikan tersangka, dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara yang sama.Â
Kasusnya sudah bergulir sejak 2014, namun ia dinyatakan buron sejak tahun 2019 hingga saat ini belum berhasil ditangkap. Dugaannya, Singapura adalah tempat persembunyiannya.
Meski belum ditangkap, Kejagung tidak lantas terhenti dalam menangani kasus tersebut. Kasus tersebut akan dilanjutkan proses pengadilan secara in absentia. Artinya, proses pengadilan dilanjutkan tanpa kehadiran terdakwa di hadapan pengadilan.
Salah satu tujuannya, agar dapat merampas asetnya yang diduga hasil tindak pidana korupsi. Karena hingga saat ini keberadaan Surya Darmadi tidak diketahui.
Seakan menjadi hal biasa di negeri ini, koruptor setelah menjarah uang rakyat bisa dengan seenaknya melarikan diri dan susah untuk diketemukan, hingga kini.
Mereka seakan hilang tanpa jejak dan tidak bisa ditemukan keberadaannya. Seolah, kecanggihan teknologi society 5.0 saat ini pun tidak bisa menemukan jejak-jejak digital keberadaan mereka.Â
Koruptor Kelas Kakap Melarikan Diri
Beberapa koruptor kelas kakap yang masih berkeliaran bebas saat ini, seperti dilansir dari Kompas.com, misalnya: Pertama, Harun Masiku kader PDIP. Tersangka kasus dugaan suap yang merugikan keuangan negara mencapai Rp.600 juta. Diperkirakan telah meninggalkan Indonesia sejak 6 Januari 2020 ke Singapura.
Kedua, Ricky Ham Pagawak, mantan Bupati Mamberamo, Papua. Tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pelaksanaan proyek di Kabupaten Mamberamo. Ketiga, Izil Azhar, tersangka kasus dugaan gratifikasi kasus dermaga Sabang berstatus buron sejak 2018.
Keempat, Kirana Kotama, tersangka kasus dugaan suap PT. PAL Indonesia (persero) tahun 2014. Kelima, Bambang Sutrisno, mantan komisaris Bank Surya, terkait kasus penyelewengan dana kasus BLBI tahun 2003. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.1,5 triliun.
Keenam, Eko Adi Putranto, terpidana kasus korupsi BLBI Bank BHS. Telah divonis PN Jakarta Pusat 20 tahun penjara karena telah menyebabkan kerugian uang negara sebesar Rp.1,95 triliun. Ketujuh, Agus Anwar, tersangka kasus korupsi BLBI Bank Pelita yang merugikan keuangan negara hingga Rp.1,9 triliun.
Kedelapan, Nader Thaher, mantan Dirut PT Siak Zamrud Pusako telah divonis 14 tahun penjara oleh PN Pekan Baru karena terlibat penggelapan dana Bank Century yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.24,8 miliar. Kesembilan, Hendro Wiyanto, mantan Dirut PT Anta Boga Delta Skuritas Indonesia, terlibat penggelapan dana Bank Century yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 3,11 triliun.
Kesepuluh, Anton Tantular, Pemegang Saham PT Anta Boga Delta Skuritas Indonesia yang juga terlibat dalam penggelapan dana Bank Century bersama Hendro Wiyanto. Kesebelas, Hesham al-Waraq, terpidana kasus Bank Century merugikan keuangan negara sebesar Rp.3,1 triliun.
Keduabelas, Rasat Ali Rizfi, juga terpidana kasus Bank Century bersama Hesham, telah divonis 15 tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat. Ketigabelas, Hari Matalata, terlibat kasus ekspor tekstil yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.1,6 miliar.Â
Keempatbelas, Lidya Muchtar, terjerat kasus BLBI Bank Tamara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.189 miliar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H