Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk memahami dan suka pada literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Citayam Fashion Week sebagai Gejala Sosial

27 Juli 2022   14:11 Diperbarui: 27 Juli 2022   14:15 3241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi anak remaja dalam ajang fashion week tersebut dilakukan di area zebra cross (foto: kompas.com)

Dalam beberapa hari ini, viral diberbagai media sosial tentang timbulnya sebuah gejala sosial yang terjadi di seputaran Sudirman, Jakarta Selatan, yaitu fenomena "Citayam Fashion Week" (CFW).

Istilah lain ada yang menyebutnya fenomena SCBD singkatan dari Sudirman, Citayam, Bojong Gede. Istilah ini untuk menggambarkan bahwa anak remaja yang biasa nongkrong dan beraksi dalam CFW di kawasan Sudirman, adalah berasal dari Citayam dan Bojong Gede.

Fenomena ini berawal dari viralnya video aksi anak-anak muda para remaja yang berada di kawasan Sudirman. Video-video tersebut menampilkan aksi para remaja yang mengenakan pakaian dengan gaya fashion yang kekinian. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya istilah "Citayam Fashion Week".

Masyarakat berkumpul saat menyaksikan fashion week di Dukuh Atas, Jakarta (foto: radarsolo.jawapos.com)
Masyarakat berkumpul saat menyaksikan fashion week di Dukuh Atas, Jakarta (foto: radarsolo.jawapos.com)

Istilah SCBD, sebenarnya merupakan singkatan dari Sudirman Central Businesh District. Merupakan suatu kawasan bisnis yang terletak di Jakarta Selatan.

Fenomena CFW adalah satu bentuk gejala sosial. Gejala sosial merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di antara manusia, baik secara individu maupun secara kelompok.

Gejala sosial muncul akibat adanya fenomena atau permasalahan sosial, baik permasalahan individu maupun kelompok.

Permasalahan sosial merupakan suatu bentuk ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial lainnya. Sehingga, kondisi sosial ini tidak diinginkan oleh sebagian warga masyarakat.

Fenomena CFW muncul sebagai gejala sosial timbul akibat adanya problem kebudayaan. Budaya masyarakat Indonesia, sesuai dengan budaya ketimuran, menganut nilai-nilai atau norma yang secara sakral berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Oleh karenanya, sebagai sebuah gejala sosial, CFW  harus dapat dikendalikan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Karena apabila tidak dikendalikan akan berdampak buruk pada interaksi sosial.

Fenomena CFW satu sisi dapat dipadang sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Lambat laun dapat dipandang sebagai sebuah bentuk delinkuensi.

Sudarsono (1997) merumuskan bahwa perilaku delinkuensi memiliki arti yang luas, yaitu perbuatan yang menimbulkan keresahan masyarakat. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya rasionalisasi internalisasi diri yang keliru pada remaja.

Norma yang dipandang bertentangan dengan fenomena CFW yakni:

  • Norma Kesusilaan

Norma diartikan sebagai sebuah aturan, standar, atau ukuran terkait dengan kesopanan, kepantasan, adat istiadat, keadaban, dan kesusilaan. Norma kesusilaan merupakan aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk dalam masyarkat, yang berasal dari hati nurani manusia.

Norma kesusilaan mengharapkan adanya ketertiban dalam masyarakat, ketentraman, dan saling hormat-menghormati.

Aksi anak remaja dalam ajang fashion week tersebut dilakukan di area zebra cross (foto: kompas.com)
Aksi anak remaja dalam ajang fashion week tersebut dilakukan di area zebra cross (foto: kompas.com)

Kegiatan CFW di zebra cros atau tempat penyeberangan jalan raya dapat menggangu ketertiban berlalu lintas. Sehingga, menimbulkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi warga yang sedang belalu lintas.

Kondisi ini juga dapat menimbulkan kecelakaan berlalu lintas. Jalan raya seharusnya berfungsi diperuntukkan bagi kenderaan bermotor beralih menjadi lokasi keramaian tanpa standar keamanan.

  • Norma Hukum

Kegiatan CFW dinilai bertentangan dengan aturan yang mengatur tentang lalu lintas, yakni Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) . UU ini mengatur tentang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelanaran berlalu lintas.

Pasal 28 UULLAJ mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan.

Melalui aturan ini, pelaksanaan CFW yang merubah fungsi jalan adalah perbuatan yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana.

Sanksi pemidanaan, menurut Pasal 274 UU LLAJ, berupa pidana penjara hingga satu tahun dan denda mencapai Rp.24 juta.

Sanksi pidana yang tergolong lumayan berat ini, seharusnya bisa disosialisasikan bagi para remaja yang terlibat dalam akhsi CFW di seputaran Sudirman tersebut.

Untuk itu, perlu peran pemerintah daerah dalam melakukan penanganan terhadap fenomena tersebut. Hal ini demi mengurai permasalahan sosial yang kini terjadi terkait fenomena CFW tersebut. Agar, akibat yang ditimbulkan dapat segera teratasi.

Di sisi lain, para remaja yang mempunyai ketertarikan dalam fashion dapat diarahkan ke tempat-tempat yang strategis dan aman dari potensi kecelakaan lalu lintas. 

Agar mereka bisa mengekspresikan jati diri mereka khususnya dalam hal-hal positif yang tidak melanggar norma kepantasan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun