Ulah peretas Bjorka yang sempat membuat geger dan polemik se-Indonesia, hingga hari ini belum ditemukan sosok asli dibalik identitas aslinya.Â
Meskipun, terdapat kabar sebagaimana diunggah oleh akun intsagram @volt_anonym dan akun keduanya @voltcyber_v2 bahwa sosok asli peretas Bjorka adalah pemilik akun instagram @muhammadsaidfikriansyah. Sebagaimana dilansir oleh TvOnenews.com (sumber link).
Namun, dalam kesempatan lain, nama yang dituduhkan tersebut, Muhammad Said Fikriansyah, telah membantahnya dan segera melapor ke Polres Cirebon.Â
Menurutnya, dikutip dari TvOnenews.com, bahwa tuduhan @volt_anonym atau @voltcyber_v2Â adalah tidak benar, karena ia hanya seorang editer video biasa. Said adalah warga Desa Klayan, Kabupaten Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Di berita lain, TvOnenews.com juga memberitakan bahwa Polres Madiun juga sudah mengamankan seorang pemuda yang diduga sosok asli peretas Bjorka dengan nama asli Muhammad Agung Hidayatullah (21 tahun) (sumber link).Â
Terkait siapa identias asli dibalik peretas Bjorka, diharapkan pihak kepolisian dapat segera menemukannya.Â
Sementara itu, siapapun dia, akan ada jeratan hukum yang sudah menantinya akibat perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukannya terkait peretasan tersebut.
Berikut beberapa pelanggaran hukum dan ancaman pidana yang dapat dikenakan bagi seorang peretas Bjorka.
Pertama, Pasal 30 UU No. 11 Tahun 2008 Jo. UU No. 19 Tahun 2016. Dimana tindakan peretasan secara ilegal adalah perbuatan yang diarang.Â
Pasal 30 ayat (1) UU ini memberikan makna tentang perbuatan peretasan "sebagai perbuatan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun."
Bagi siapapun yang melakukan perbuatan peretasan dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana terhadap perbuatan peretas tidak tanggung-tanggung. Mulai dari sanksi pidana penjara hingga mencapai 8 tahun dan/atau denda mencapai Rp.800 juta. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46.
Peretasan dengan hukuman yang lebih berat diatur dalam Pasal 32. Yaitu, peretasan yang mengakibatkan terbukanya informasi elektronik yang bersifat rahasia, sehingga menyebabkan dapat diakses publik secara terbuka.Â
Menurut Pasal 48, perbuatan tersebut dapat dikenakan pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda mencapai Rp. 5 miliar, merupakan hukuman yang cukup berat.
Kedua, Pasal 22 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, juga mengatur perbuatan yang sama. Dimana setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak atau secara ilegal melakukan akses ke jaringan telekomunikasi.Â
Terhadap perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp.600 juta.
Ketiga, Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem elektronik milik orang lain terganggu atau tidak berfungsi. Namun hukuman pidananya tergolong lebih ringan dibanding kedua UU No. 11 Tahun 2008 Jo. UU No. 19 Tahun 2016 dan UU No. 36 Tahun 1999. Yaitu, hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H