Walaupun pada akhirnya Heru membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada surat dan dokumen Presiden Jokowi yang bocorkan ke dunia maya.Â
Akibat ulahnya, telah berhasil membuat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sibuk melakukan mitigasi bersama penyedia sistem elektronik (PSE) guna memperkuat sistem keamanan siber serta mencegah resiko yang lebih besar akibat kebocoran data.
Fenomena hacker Bjorka sebagai salah satu bukti bahwa sistem keamanan siber nasional masih sangat lemah dan mudah diacak-acak oleh hacker. Hal ini dapat dijadikan pelajaran berharga bagi kita untuk lebih memperkuat sistem pertahanan kita, khususnya bidang siber.
Bjorka juga mengklaim bahwa begitu mudahnya meretas perlindungan data yang buruk di Indonesia.Â
Menurutnya, motivasinya untuk melakukan peretasan adalah untuk temannya seorang WNI yang berdomisili di Warsawa, Ibukota Polandia. Ia melarang untuk mencoba melacak teman WNI-nya tersebut karena tidak akan menemukan apapun. Karena temannya tersebut tidak lagi diakui sebagai WNI akibat kebijakan tahun 1965.
Jika mengingat sejarah, peristiwa besar yang pernah terjadi di Indonesia di tahun 1965 adalah peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Apakah teman WNI-nya tersebut berkaitan dengan peristiwa PKI? Masih menjadi tanda tanya.
Sudah saatnya kita bergegas untuk bisa menjadi negara yang berdaulat, berdaulat bukan saja dari penjajahan di dunia nyata, tapi juga berdaulat di dunia maya dari segala bentuk ancaman serangan dunia maya, espionase dan sabotase.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H