Kepemilikan harta adalah hubungan antara manusia dan harta yang di tentukan oleh syara’ dalam bentuk perlakuan khusus terhadap harta tersebut, yang memungkinkan untuk mempergunakannya secara umum hingga ada larangan untuk menggunakannya. Secara bahasa kepemilikan berarti penguasaan manusia atas harta dan pengguanaanya secara pribadi. Adapun secara istialah, kepemilikan adalah penghususan hak atas sesuatu tanpa orang lain, dan iya berhak untuk mempergunakannya sejak awal, kecuali ada larangan syar’i. Larangan syar’i, misalnya keadaan gila, keterbelakangan akal (idiot), belum cukup umur ataupun cacat mental, dan sebagainya.
Secara etimologi, tata milik berasal dari bahasa arab al-Milk, yang berarti penguasaan terhadap sesuatu. Secara termenologi, definisi al-milksebagaimana dikemukakan oleh ulama fiqh adalah penghususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertidak hukum terhadap benda itu selama tidak adanya halangan syara’.
Dari difininisi tersebut dapat di tarik suatu pengeretian umum bahwa yang di maksud dengan kepemilikan adalah penguasaan manusia atas harta yang dapat di pergunakannya untuk memenuhi kepentingan peribadinya selama tidak ada aturan syra’ yang melarangnya.
Pembagian harta menurut boleh-tidaknya di miliki adalah sebagai berikut:
- Harata yang tidak dapat di miliki dan hakmiliki orang lain. Contoh seperti jalan umum, jembatan dan taman kota. Harta ini tidak boleh dimiliki secara individu sebab bermanfaat bagi kepentingan masyarakat secara luas dan biasanya barang publik ini di sediakan oleh pemerintah.
- Harta yang tidak bisa dimiliki, kecuali dengan ketentuan syariat. Termasuk dalam harta jenis ini adalah warisan, wasiat, harta waqaf, harta baitul mal dan sebagainya. Harta ini dapat diperoleh jika suatu individu termasuk dalam kelompok yang berhak untuk menerimanya.
- Harta yang dapat dimiliki dan dihakmilikan kepada orang lain. Harta inilah yang merupakan hak mlik pribadi setiap orang harta ini boleh diperjual belikan sebab telah dimiliki seutuhnya oleh sang pemilik harta.
Para ulama fiqh menyatakan empat cara pemilikan harta yang di syariatkan islam, yaitu:
- Melalui penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum, harta ini masih bersifat bebas untuk dimiliki oleh semua orang. Misalnya pebatuan di sungai yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum, pasir disungai, tambang dan sebagainya
- Melalui transaksi yang dilakukan dengan pihak lain, seperi jual beli, hibah dan waqaf.
- Melalui peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisa ataupun wasiat.
- Diperoleh berdasarkan hasil yang telah dimilikinya selama ini, misalnya buah dari pohon yang di tanam dikebun atau hewan anak ternak yang lahir.
Kepemilikan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
- Al-milk al-tamm(milik sempurna), yaitu materi dan manfaat harta itu dimiliki seseorang, misalnya seseorang memiliki rumah maka iya berkuasa penuh terhadap rumah itu dan iya boleh memenfaatkan secara bebas;
- Al-milk an-naqish(milik yang tidak sempurna), yaitu seseorang hanya menguasai materi harta, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain, seperti rumah yang diserahkan kepada orang lain untuk dewasa.
Kekasan konsep islam mengenai hak milik pribadi terletak pada kenyataan bahwa dalam islam, hak milik bergantung pada moral yang dikaitkan padanya. Islam berbeda dari kapitalisme dan sosialisme dalam menetapkan hak milik karena tidak satupun dari keduanya yang berhasil menepatkan individu selaras dalam suatu mosaik sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H