Mohon tunggu...
Juliana Ulfa
Juliana Ulfa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Juliana Ulfa School at UIN Malang Tarbiyah Faculty Prodi PGMI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Guru Metropolitan dan Guru Pelosok Desa

24 Maret 2014   02:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Antara Guru Metropolitan dan Guru Pelosok Desa

Guru yang hebat bukanlah guru yang pandai dan memiliki pengetahuan yang luas. Bukan guru yang piawai dalam menerangkan pelajaran. Bukan pula guru yang terampil membimbing praktik di laboratorium. Lebih dari semua itu, guru yang hebat adalah guru yang mampu memberi inspirasi kepada orang-orang di sekitarnya, lebih khusunya adalah kepada murid-muridnya.

“GURU” kata orang jawa singkatan dari “Digugu” lan “Ditiru”. Orang Jawa berpandangan bahwa Guru adalah sosok panutan dan tiruan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Status Guru sangat dihargai di kalangan masyarakat, sampai disebut pula dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Sering dikatakan bahwa guru adalah ujung tombak dunia pendidikan. Guru adalah actor utama yang sangat menentukan alur sebuah “Drama Kolosal” yang diberi judul SISTEM PENDIDIKAN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sebuah sekolah atau Negara sangat ditentukan oleh kualitas guru-gurunya.

Guru-guru yang berkualitas akan menghasilkan system pendidikan yang berkualitas dan pada akhirnya akan melahirkan generasi yang berkualitas pula. Akan tetapi, dengan keadaan dan lingkungan yang beragam, fakta fenomena di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini kualitas pendidikan di Indonesia tampaknya memang belum merata. Kenapa seperti itu? Ini karena, dengan alasan yang sama, yakni kualitas guru di negeri ini juga masih belum merata.

Secara kasat mata, ada perbedaan yang sangat mencolok antara guru-guru di wilayah perkotaan dengan guru-guru di pinggiran kota, apalagi dengan guru-guru yang berada di pelosok desa. Ada kesenjangan yang tersirat antara guru-guru di sekolah negeri dengan guru-guru di sekolah swasta. Ada gap yang signifikan, antara sekolah-sekolah benefit di perkotaan dengan sekolah-sekolah kumuh di pelosok desa.

Sesungguhnya, bangsa ini banyak memiliki sosok guru yang cerdas, pintar dan terampil. Akan tetapi, sebuah kesenjangan pemerataan kualitas pendidikan selalu menjadi momok bagi semua orang di negeri ini. Maka, untuk membenahi kondisi ini tentu saja merupakan sebuah tantangan berat dan menjadi tanggung jawab bersama. Bagaimanapun, semua pihak harus terlibat di dalamnya, tidak hanya saling menyalahkan antara pemerintah dengan rakyat jelata, antara guru dengan system pendidikan. Semuanya harus menghadirkan gerakan yang serempak dan sinergis.

Progam Indonesia Mengajar yang digagas oleh Bapak Anies Baswedan, merupakan gebrakan baru untuk menipiskan jarak kesenjangan fasilitator pendidikan dan mutunya di setiap daerah di negeri ini. Progam ini merupakan alur terobosan dalam drama kolosal pendidikan, yang memerankan seorang Guru sebagai kunci kesuksesannya.

Dalam setiap edisi buku Indonesia Mengajar, telah digambarkan dengan jelas bagaimana keadaan guru, sekolah, murid-murid, serta fasilisitas yang ada di pelosok-pelosok desa yang terletak disetiap ujung pulau negeri ini. Sosok guru yang berada disana sangat bertolak belakang dengan guru yang berada di perkotaan. Mereka mengajar seadanya dengan fasilitas sederhana, bahkan tidak sedikit sekolah yang tidak mempunyai fasilitas untuk menunjang kinerja guru dalam bekerja. Banyak dari guru di pelosok desa mengajar dengan aliran keras, seperti memukul, membentak dan sebagainya. Mungkin itu karena tuntutan keadaan mereka, atau mungkin karena mereka sudah bosan menghadapi ketidak adilan system pendidikan di negeri ini.

Sedangkan, guru di perkotaan lebih cenderung bersifat hedonis. Dengan berlimpahnya fasilitas yang mereka dapat, sampai melupakan kode etiknya sebagai guru yang harus mempunyai sikap profesionalisme tinggi. Seharusnya, mereka menyadari tugas yang diembannya sebagai guru bukan hanya status profesionalisme di atas kertas sertifikasi, akan tetapi lebih dari itu, mereka harus bisa menjadi panutan dan penginspirasi murid-murid mereka.

Semoga PR besar negeri ini dalam menata pendidikan, akan segera terselesaikan. Banyak yang harus dibenahi, yang harus dirubah, bahkan pula banyak yang harus dihapuskan untuk menjadikan sebuah kualitas mutu yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun