Hati orang siapa yang tahu? Srigala berbulu domba, oknum-oknum, orang-orang bermuka dua, lain di depan -- lain dibelakang. Para munafik menjadi musuh nyata yang harus di waspadai dan hindari karena hati mereka mengingkari apa yang dilakukannya. Keberadaannya lebih berbahaya daripada setan atau penjajah yang berperang secara terang-terangan, karena ia bak musuh dalam selimut. Ia menjadi duri dalam daging.
Jangankan untuk menilai wakil rakyat nan jauh disana, untuk menilai teman dan tetangga yang ada disini saja saya sering salah. Ternyata saya sering salah menilai, apalagi kalian culak-caleg yang tak ada hubungannya dan tak pernah terkoneksi dengan saya. Tahu apa saya tentang dirimu wahai para calon anggota yang ingin dihormati????
Meminjam kata dari Bung Karno "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". Kalo orang dalem seperti Bung saja bicara seperti itu, apalagi saya yang melihat mereka-mereka hanya melalui televisi. Lalu saya di paksa untuk memilih Bagai cap-cip-cup kena masa bodoh, memilih bak kucing dalam karung, terus digadang-gadangkan kekacauan di masa depan akibat kita orang salah memilih saat pencoblosan.
Oh tidak, kita masyarakat di disalahkan untuk pintar-pintar memilih orang dalam pemilu, karena katanya satu suara kita sangat menentukan arah bangsa, Cuuiiiihhhh! Simalakama ini sih, Kita di paksa, di cekoki untuk mengerti politik, padahal mereka tahu bahwa kita tidak mengerti. Atau mungkin karena kalian (politisi) yang tidak bisa dewasa, tidak bisa merembukkan permasalahan yang ada sehingga memerlukan pihak ketiga untuk di jadikan kambing hitamnya.
Dalam keNegaraan ini Kami serasa menjadi barang komoditas yang dapat dibeli dan dijual kepada investor. Dan wajah dan partai kalian yang bertebaran di sela-sela pohon, di kaca angkutan umun, di tembok warga, di dalam perumahan, bambu di tengah jalan, di televisi, seperti mengais mencari simpati. Menghamburkan sampah (spanduk,sticker,dll) untuk mendapatkan ketenaran, yang pasti Kutak kenal siapa dirimu yang sesungguhnya.
Sekarang sekitar 100 hari sebelum pemilu dilaksanakan, para calon pemimpin membuat event-event, bagi-bagi kaos, sembako, baliho, spanduk, dll, dengan budget yang menghabiskan dana jutaan hingga milliaran rupiah. Yang nantinya uang yang dihamburkan itu akan digantikan/lunaskan saat mereka terpilih/menjabat. Bila mereka memakai jargon "pesta rakyat", maka bagiku itu "pemborosan" rakyat. Karena uang yang di hambur-hamburkan itu toh pada akhirnya dari rakyat jelata juga yang dihisap uangnya.
Pada youtube nya Panji Pragiwaksono yang berjudul "Butuh berapa Milliar kalua mau nyaleg?", dengan nara sumber Rian Ernest (Anggota Legistatif DPR RI), Faldo Maldini (Politikus PSI). Ia membeberkan modal yang dibutuhkan sebagai berikut:
- Untuk menjadi DPR Kota Kabupaten, 10 juta hingga 500 juta Rupiah.
- Untuk menjadi DPR Provinsi, 500 juta hingga 5 Milliar rupiah.
- Untuk menjadi DPR RI, 5 Milliar sampai tak terhingga.
Okeh sekarang pakai hitung-hitungan tolol yang saya buat. Menurut data KPU Nomor 6 Tahun 2023 tentang daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota dewan, total yang diperebutkan adalah 20.462 kursi, aggap saja dikalikan 2 (sebagai competitor), anggap saja ada 50.000 orang yang memperebutkannya. Dan anggap saja di pukul rata satu orang menggeluarkan dana 5 Milliar. Sehingga mengeluarkan angka 250.000.000.000.000 = 250 Triliun.
Uang yang akan di hambur-hamburkan oleh para calon pemilih pada saat masa kampanye mereka. 250 T di hamburkan sebelum mereka menjabat, dan satu-dua tahun setelah mereka terpilih dan menjabat ia akan bekerja demi melunasi uang yang lalu telah di hambur-hamburkan. Lalu kapan mereka ada waktu untuk bekerja demi kesejahteraan rakyat? Waktu jabatan mereka akan habis untuk membayar hutang kepada kampanye, sponsor, dan partai yang membiayainya. Setelah balik modal mungkin mereka akan sibuk memikirkan modal untuk kampanye masa depan.
Ahsudahlah tak perlu kampanye-kampanye dan kalian pilih saja sendiri mana orang yang terbaik diantara kalian, tak perlu kami rakyat jelata ikut memilih orang-orang yang tak kami kenali. Silakan kalian rembuk dan selesaikan masalah kepemimpinan itu di dalam gedung dan ruang-ruang yang telah tersedia. Lagian tak ada rakyat, kawan, sahabat, saudaraku yang modalnya cukup mumpuni untuk bermain diatas sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H