Mohon tunggu...
resista hakares
resista hakares Mohon Tunggu... Administrasi - sederhana mensyukuri apa adanya

bisa jadi apa saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orangtua Muda

6 November 2021   09:51 Diperbarui: 6 November 2021   10:04 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap manusia pasti ada waktunya dimana ia harus belajar sentang suatu hal lewat pengalamannya. Sekarang ini saya seorang ayah dengan anak yang masih balita. Dulu waktu baru nikah, obrolan dan pertanyaan sekitar sharing-sharing jaman pernikahan. Sekarang sudah punya anak, obrolannya sering kali tentang anak.

Mengamati perkembangan anak menjadi ke seruan tersendiri. Senang, nyebelin, merepotkan menjadi satu. Seperti mempunyai hobby dan tantangan baru. Cara-cara atau ilmu-ilmu merawat anak kita pelajari lewat apapun juga. Baca buku, youtube, masukan dan pertanyaan kepada orang lain, dan sharing-sharing saat nongkrong bareng.

Mungkin setiap orang yang telah menikah dan mempunyai anak mengalami fase ini. Sering mendebat dan mem banding-bandingkan anak kita. Dan membanding-bandingkan tips dan trick cara mengasuh anak menurut versi masing-masing.

Kadang sudah muak dan males juga bila obrolannya seputar anak mulu. Namun bahan obrolan tentang anak ini sering kali menarik untuk di obrolkan. Entah mengapa saya mempunyai pola asuh yang berbeda dalam urusan menjadi kepala keluarga. Obrolan tentang mengurus kelaurga ini sering kali membuat saya dan lainnya berselisih paham. Contoh paling mudah: saya tidak pernah menerapkan disiplin kepada anak saya, dia mau bimba, makan, mandi, bangun siang, itu terserah padanya, saya tidak mau memaksa kebutuhannya.

Saya pengangguran, untuk urusan rezeki dan tabungan sekolahnya saya tidak tahu dan tidak peduli. Sampai detik ini saya masih malas untuk mencari uang. Orang lain menganggap nya itu tanggung jawab seorang Ayah untuk mencukupinya. Namun menurut saya si Anak itu punya rezekinya sendiri dan belum tentu dari tanggan saya. Hal ini yang seringkali membuat saya cek-cok dan di anggap aneh oleh lawan bicara saya.

Saya hanya orang biasa, bukan orang super dan superior yang bisa meng handle segala macam urusan dan perkara yang banyak itu. Untuk menjadi diri sendiri saja saya kadang tidak mampu (masih ada utang rokok di warung). Apalagi memilih untuk mengambil beban dan tanggung jawab yang terlalu besar.

Anak kadang menjadi ajang pamer/kompetisi bila kita sedang bergosip ria. "Dulu anak gue begini, dulu begitu, sekarang udah bisa ini-itu, klo sekarang gue begini demi masa depannya begitu",  kadang kala obrolan ini berilmu,  kadang juga sangat menggelitik dan tidak perlu, apalagi sampai mengeluh melulu.

Ada temanku yang kuatir anak nya belum bisa jalan, sedari kecil sudah dibeli dan di ajarkan dengan berbagai alat (stroler dan sepeda) yang memudahkan ia supaya cepat berjalan, padahal umur si anaknya belum genap setahun. "Eh Bego, elu mau anak di umur 6 bulan udah bisa lari kesana-kesini. Sabar aja napah". Jawab celetukku.

Ada juga temenku yang mengeluhkan anak nya sering nanggis. Menjadi alasan dan obrolan yang katanya mengakibatkan ia menjadi kelelahan dan rada acak-acakan bila di kantor. "Elu mau anak lu yang masih bayi itu ketawa-ketiwi kerjaannya, kan malah aneh dan serem Mbaaaaak". Jawabku supaya menyudahi obrolan tidak perlu ini.

Cerita temanku yang tersinggung saat anaknya di belikan sepeda oleh kakeknya, yang menurut temanku hal itu menyinggung dirinya. Temanku merasa bahwa ia masih mampu dengan usahanya membelikan sepeda itu, kebutuhan anaknya menjadi tanggung jawab untuk temanku ini dan tidak ingin anaknya dengan mudah mendapatkan barang-barang yang ia mau. "Hah, WTF, terserah elu aja Men". Kataku.

Masih ada lagi kisah menarik tentang obrolan para orang tua yang sedang belajar dan sharing ini. Tapi disudahi saja tema ini. Semoga terhibur dan terimakasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun