Permasalahan dan isu Kesehatan dunia hingga sekarang masih menjadi tantangan yang sangat besar bagi pencapaian dunia yaitu target Pembangunan yang berkelanjutan. Dunia saat ini masih mendapatkan tantangan angka kematian ibu dan anak. Penyakit TBC, Epidemi AIDS, Malaria, dan masih banyak lagi penyakit-penyakit yang belum terdeteksi atau terabaikan yang masih belum bisa teratasi hingga sekarang. Perkembangan ekonomi dunia pada saat ini justru menimbulkan banyak penyakit tidak menular akibat dari gaya hidup yang tidak sehat. Diabetes, stroke, kanker, dan jantung menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia.
Pada tingkatan nasional negara kita sendiri, Indonesia masih menghadapi sebuah tantangan besar dalam mewujudkan agenda peningkatan dan Pembangunan Nasional di bidang kesehatan. RPJMN 2015-2019 telah membuat arah sasaran dan target kebijakan peningkatan Kesehatan nasional melalui pelaksanaan program kerja Indonesia Sehat. Namun hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintahan saja yaitu kementerian Kesehatan. Semua kementerian/Lembaga, akademisi, buruh, masyarakat, dan seluruh aspek kehidupan yang ada di Indonesia harus memiliki rasa tanggung jawab terkait isu kesehatan ini yang merupakan isu yang multisectoral.
Peran kementerian luar negeri disini dalam mewujudkan urgensi Indonesia yang sehat adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan luar negeri yang tentunya mendukung Pembangunan nasional Indonesia di bidang Kesehatan. Kebijakan ini tidak serta merta hanya untuk kepentingan nasional Indonesia saja melainkan bagaimana Indonesia turut serta dan ikut andil dalam menciptakan Kesehatan Global. Peran luar negeri Indonesia merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan karena berkat dari globalisasi ini menyebabkan kondisi Kesehatan dunia memiliki hubungan dan kaitan erat terhadap kondisi Kesehatan dalam negeri.
Ada beberapa landasan Indonesia dalam kerja sama internasional di bidang kesehatan global, yaitu berdasarkan kebijakan Kemenkes dan Kemenlu. Kerjasama global Indonesia di bidang Kesehatan dirancang untuk merespon keadaan Kesehatan global dan juga untuk mengedepankan kepentingan nasional. Oleh karena itu, kepentingan nasional disini sendiri dapat diartikan menjadi prioritas Kesehatan nasional, merujuk pada Rensra Kemenkes tahun 2015-2019 yang dituangkan dalam Kepmenkes no: HK.02.02/MENKES/52/2015. Adapun pokok-pokok pikiran yang terkait dengan kerja sama internasional pada Renstra meliputi:
• Prioritas kerja sama internasional di bidang kesehatan adalah mempercepat penyelesaian Memorandum of Understanding (MoU) ke arah perjanjian yang operasional sifatnya, sehingga hasil kerja sama antar negara tersebut bisa dirasakan segera
• Memperluas kerja sama penelitian dalam lingkup nasional dan internasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dengan perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan dan percepatan proses alih teknologi
Selanjutnya, dari perspektif Politik Luar Negeri, kerja sama kesehatan global juga turut disasar dalam Renstra Kemlu 2015-2019 melalui sasaran strategi nomor 4 (Diplomasi Ekonomi), nomor 6 (Kebijakan Luar Negeri yang berkualitas), dan nomor 7 (Dukungan dan Komitmen nasional yang tinggi atas kebijakan luar negeri dan kesepakatan internasional). Dan juga landasan politik luar negeri Indonesia yaitu Bebas Aktif.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bisa dilihat bahwasannya usaha dan kontribusi Indonesia di tingkat Internasional melalui Kerjasama Internasional diharapkan tidak hanya memperlihatkan potensi yang sesungguhnya dari masyarakat Indonesia, Namun juga memberikan manfaat untuk rakyat Indonesia dicakupan global.
Di Tingkat multilateral, Indonesia telah berperan aktif dalam beberapa forum, di antaranya: WHO, GHSA, OKI, International Committee on Military Medicine (ICMM), G20, FPGH, Food Forum, dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS).
Di WHO, Indonesia telah berjasa memperjuangkan kepentingan negara berkembang. Indonesia telah berperan mengubah paradigma proses virus sharing melalui pengenalan istilah “viral sovereignty” di tahun 2007 dan berhasil mendorong negara berkembang lainnya untuk menyepakati resolusi yang mendukung penyediaan vaksin, anti-virus, dan alat-alat kesehatan secara terjangkau untuk negara berkembang. Kebijakan lainnya yang berhasil didorong adalah transformasi kebijakan WHO pada 2011 pandemic influenza plan di mana mitra swasta dan akademisi harus berkomitmen untuk memastikan ketersediaan vaksin kepada negara-negara miskin. Indonesia juga menjabat sebagai anggota Executive Board WHO untuk periode 2018-2021. Posisi ini memberi peluang besar untuk Indonesia dalam perumusan kebijakan dan keputusan World Health Assembly.
Dalam GHSA, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara anggota Steering Group (SG) GHSA dan merupakan chair Troika SG GHSA untuk periode kepemimpinan tahun 2016 (Finlandia tahun 2015 dan Korea Selatan tahun 2017). Di bawah kepemimpinan Indonesia, Indonesia mendorong agar Joint External Evaluation (JEE) yang dikembangkan oleh GHSA dapat diadopsi oleh WHO untuk memperkuat implementasi IHR. Bersama Vietnam, Indonesia juga menjadi leading countries untuk Zoonotic Disease Action Package. Pada tanggal 6-8 November di Bali, Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan The 5th GHSA Ministerial Meeting. Lebih lanjut, Indonesia menjadi contributing country untuk Action Package Microbial Resistance, Real-Time Surveillance, dan Linking Public Health with Law and Multisectoral Rapid Response.
Dalam forum OKI, Indonesia bersama dengan Malaysia menjadi Lead Country Coordinator Group (LCCG) untuk kerja sama pada area Medicines, Vaccines and Medical Technologies. Pada pertemuan Islamic Conference of Health Ministers (ICHM) ke-6 di Jeddah pada 6-7 Desember 2017, kesepakatan yang dihasilkan menunjuk Indonesia menjadi Center of Excellence (CoE) for the development of vaccines and bio-technology. Dalam kapasitas ini, Indonesia telah menyelenggarakan workshop “Promoting Public-Private Partnership in Responding Global Health Threats through the Establishment of the OIC CoE on Vaccines and Biotechnology Products’’ pada Mei 2018 dan BPOM akan menyelenggarakan the 1st Meeting of the Heads of the National Drug Regulatory Authorities of OIC Countries di Jakarta pada November 2018.
Pada tahun 2017, Indonesia menjadi ketua ICMM dan pada saat ini menjabat sebagai wakil ketua ICMM. Dalam kapasitas sebagai Ketua ICMM, Indonesia bekerja sama dengan WHO untuk menyelenggarakan Table Top Exercise (TTX) dengan tema “Managing future global health risk by strengthening civil and military health services” di Jakarta, 24- 26 Oktober 2017. Kegiatan ini merupakan upaya meningkatkan sinergi antara unsur militer dan sipil dalam penanganan krisis kesehatan.
Indonesia juga senantiasa mendukung dan menjadi bagian aktif dalam upaya G20 dalam memerangi AMR dan menekankan pentingnya kepemimpinan G20 dalam memperkuat sistem kesehatan global. Pada pertemuan HWG ke-1 di Buenos Aires, pemerintah Indonesia menyampaikan intervensi pemerintah terkait dua hal penting, yakni AMR dan Overweight and Obesity in Child.
Melalui FPGH, Indonesia menjadi salah satu dari 7 negara yang menjadi inisiator Oslo Ministerial Declaration. Deklarasi ini mendasari pandangan bahwa isu kesehatan perlu menjadi ranah kebijakan luar negeri, di mana tantangan kesehatan global membutuhkan kerja sama internasional (diplomasi).
Dalam kerangka Food Forum, Indonesia telah menyelenggarakan Asia Pacific Food Forum (APFF) yang pertama di Jakarta, Indonesia, pada 30-31 Oktober 2017. Ini merupakan forum yang pertama kalinya diselenggarakan di kawasan regional Asia Pasifik dalam periode Sepuluh Tahun Aksi PBB untuk Nutrisi (2016-2025). Terakhir, Dalam foum UNAIDS, Indonesia menjadi anggota Program Coordinating Board UNAIDS tahun 2017-2019.
Tingkat Bilateral Pada tataran bilateral, Indonesia telah bekerja sama dengan 15 negara, yaitu Timor Leste, Brunei Darussalam, Tiongkok, Australia, Qatar, Swedia, Kuba, Denmark, Arab Saudi, Uzbekistan, Vietnam, Turki, Korea Selatan, Belanda, dan Iran. Indonesia juga sedang memproses MoU dengan Amerika Serikat, Rusia, Hungaria, Belarusia, Kolombia, Mesir, Kazakhstan, Jepang, Singapura, dan India. Sementara itu, saat ini Indonesia juga dalam proses penjajakan MoU dengan Republik Sudan, Perancis, Zanzibar, Jerman, Italia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Laos, Thailand, Myanmar, Yordania, Maladewa, Kuwait, dan Palestina. Secara umum, area kerja sama yang dibangun meliputi, Pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, Penguatan sistem Kesehatan, Kesehatan digital, Pengiriman tenaga Kesehatan, Pengembangan SDM Kesehatan, Kerja sama di bidang kefarmasian dan alat Kesehatan, Kerja sama di perbatasan, Jaminan Kesehatan Semesta.
Bisa kita lihat bahwasannya kontribusi Indonesia pada forum multilateral lebih cenderung pada spektrum kepemimpinan. Bentuk dari kepemimpinan Indonesia pada forum multilateral adalah berupa kepercayaan member states untuk menunjuk Indonesia sebagai lead country dalam beberapa isu prioritas kesehatan internasional, yang mana juga merupakan isu prioritas nasional, seperti sektor vaksin dan obat-obatan esensial. pada forum multilateral juga, Indonesia unggul dalam spektrum agenda setting dan decision making process dan berkontribusi dalam memajukan kepentingan negara-negara berkembang. Untuk itu, terobosan strategi pada bagian selanjutnya perlu merefleksikan potensi dan kapasitas nasional ini. Untuk forum bilateral sendiri Indonesia belum memiliki pola pemilihan mitra kerja sama yang jelas sehingga diperlukannya terobosan strategi untuk mengupayakan penguatan kerja sama bilateral dengan menambah mitra kerja sama kesehatan dan Indonesia perlu menetapkan target negara yang ingin diajak bermitra untuk nantinya menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwasannya, terdapat dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan pelaksanaan diplomasi Kesehatan internasional Indonesia dalam mewujudkan health for all di Tingkat nasional. Pertama, untuk Tingkat multilateral Indonesia perlu mempertahankan keaktifannya sebagai pemimpin (lead country) dan juga pada agenda setting and decision process isu Kesehatan. Kedua, untuk kerja sama bilateral, Indonesia perlu menambah mitra strategis di bidang Kesehatan agar menciptakan Kerjasama yang lebih meningkatkan taraf Kesehatan Indonesia baik itu di level nasional maupun internasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI