Mohon tunggu...
Julhermanto Limbong
Julhermanto Limbong Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

@julherlimbong Sibolga-Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Sebuah Kehilangan

29 November 2020   15:26 Diperbarui: 29 November 2020   15:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Julhermanto Limbong

@julherlimbong

Saya sangat bangga punya ayah seorang tukang perahu. Karena itu saya tidak pernah malu kalau ada yang bertanya apa profesi orang tua saya. Tidak ada kata menyesal yang terbesit dalam pikiran lahir sebagai anak tukang perahu. Apalagi saat kawan-kaan sekolah saya saling membanggakan profesi dari ayah mereka.

Banyak yang saya banggakan dari sosok ayah. Meskipun pekerjaannya yang hanya bermodalkan gergaji, martil, kapak, cat minyak, dan alat lainnya. Tubuhnya yang sedikit berisi dan tinggi berbalut kaos sederhana dengan kancing dua dibawah kerah serta memiliki saku di bagian dada kiri yang sering dikenakan ayah saat bekerja. Namun diluar itu semuanya, ayah sangat tegas dalam mendidik anak-anaknya, pandai bersyukur, bahkan kepahitan hidup pun selalu disyukuri.

Dari cerita ayah, dulu Dia hanya seorang penjual kepiting rebus keliling. Hidup cukup dan pas-pasan. Karena ayah memiliki anak banyak, membuatnya harus beralih profesi sebagai tukang perahu untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi demi mencukupi kebutuhan rumah tangga dan anak-anaknya.
Tidak seperti ayah orang lain, yang setiap libur sekolah membawa anak-anaknya berlibur ke luar kota atau ke tempat liburan lainnya. 

Tapi karena kondisi keuangan yang tidak mendukung ayah hanya membawa kami berlibur ke laut seperti kegiatan memancing ikan dan mencari kerang. Ayah sangat bangga terhadap pencapaian anak-anaknya, seperti Abang yang lolos tes TNI, tiga kakak yang mampu kuliah dengan biaya sendiri, dan saya yang selalu mendapatkan prestasi bagus disekolah.

Sifatnya yang terbuka, riang, dan pandai berhitung membuat Ibu cemburu hal itu. Tidak lain ibu juga berasal dari keluarga yang kurang mampu, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. 

Ketika mereka menikah, Ayah yang awalnya bekerja sebagai penjual kepiting rebus keliling dan Ibu bekerja sebagai petani tidak pernah menuntut seberapa banyak uang yang didapatkan ayah. Mereka tetap menikmati hidup. Bekerja sebagai tukang perahu tidak membuat martabatnya jatuh dan keceriaannya pupus.

Karena tinggal di daerah yang memiliki keunikan dalam memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan. Daun sagu yang setiap minggunya dikumpulkan bisa diolah sebagai penutup atap rumah menjadi penambah pemasukan bagi keluarga kami.

Sampai suatu ketika, penyakit menggerogoti tubuhnya. Fisik yang dulu kuat sekarang  tak mampu lagi menopang semangatnya. Dalam keseharian ia lebih banyak berbaring daripada bekerja. Sesekali dengan sisa tenaga, dia memaksa untuk bekerja.

Suatu hari ayah mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaannya hingga pesanan pembuatan perahu sering kali ditolak karena kondisi kesehatan ayah yang semakin tidak baik. Ayah akhirnya meninggal. Dia kalah oleh penyakitnya. Tepat pada bulan Puasa dihari Jumat. Suara isak tangis keluarga dan semua orang-orang dirumah membuat suasana haru saat itu.

Setelah kepergian ayah, kehidupanku mulai berubah dari awalnya ceria kini seperti orang kehilangan arah. Karena dulu sering kali tidak mendengar perkataannya bahkan tidak jarang membuatnya marah karena saya malas untuk membantunya bekerja demi kepentingan pribadi. Masalah ini sering kali saya ulangi tanpa ada rasa jera sampai ayah mengalami sakit.

Kini, 4 tahun setelah ayah tiada, saya menyadari bahwa banyak sekali nilai yang dia tanamkan selama hidupnya. Salah satu nilai yang paling kuat adalah “ Hidup harus diperjuangkan”. Setiap dalam kesusahan, ayah selalu melihat sisi positifnya dan selalu memperjuangkannya. “Hidup itu perjuangan, jangan pernah menyia-nyiakan hidup”. Itulah kalimat yang sering kali terucap dari ayah. Jangan menyerah. Itu nilai lain yang dia tekankan pada anak-anaknya. Apapun pekerjaanmu, kerjakan dengan hati.

Sampai saat ini , saya semakin menyadari bahwa pelajaran hidup dan nilai-nilai yang baik bisa lahir dari siapa saja. Seperti kisah Buyung yang buta dan ibunya yang papa, kisah ini pernah diangkat dalam acara Kick Andy, yang mampu menyadarkan kita arti perjuangan pantang menyerah. Seorang Suster apung di Sulawesi yang menebar nilai dedikasi tanpa pamrih. Dan kisah Pak Sariban di Bandung, orang tua yang diejek gila, mengajarkan kecintaan dan menghargai lingkungan. 

Dari sekian banyak cerita yang menginspirasi, mereka bertiga adalah “orang kecil” yang tidak pernah diketahui oleh banyak orang. Setelah tampil di Kick Andy, mereka mampu menyadarkan kita tentang arti perjuangan pantang menyerah.

Saya merasa kehilangan sahabat ketika ayah menghembuskan nafas terakhirnya tepat dihadapan saya. Banyak ajaran yang dia tanamkan yang baru saya sadari setelah kepergiannya. Agar ayah bangga pada saya. Saya berusaha untuk bisa bekerja agar bisa hidup mandiri sebagaimana yang diminta ayah semasa hidupnya.

Alhamdulillah, saat ini bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan  bisa menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk biaya kuliah.

Profil Singkat Penulis

Julhermanto Limbong, sangat kagum dipanggil dengan nama pena Limbong. Lahir 23 tahun yang lalu tepat tanggal 26 April di Desa Tapian Nauli, Tapanuli Tengah. Punya hobi menggambar, membaca, fotografi, terkadang suka menulis. 

Saat ini menjadi karyawan di Perusahaan Jasa yaitu PT. ISS Indonesia yang ditempatkan di area Rumah Sakit Premier Surabaya posisi sebagai Cleaning Servis juga seorang mahasiswa di Universitas Dr. Soetomo Surabaya yang saat ini sedang menjalani Semester VI. 

Si malas yang suka rebahan dan cinta mati pada buku. Si cuek yang menyukai romantis.Si langit biru yang menyukai langit senja. Si nekat yang takut sendirian. Si kantong tipis yang suka kulineran. Si pendiam yang suka marah-marah. Jejaknya bisa dilacak melalui akun fb: Julhermanto Limbong, Ig: @julherlimbong, dan twitter: @julherlimbong. Thanks (

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun