Mohon tunggu...
Julhermanto Limbong
Julhermanto Limbong Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

@julherlimbong Sibolga-Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan dan Secangkir Kopi

28 November 2020   16:05 Diperbarui: 28 November 2020   17:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Julhermanto Limbong

@julherlimbong

Kutelusuri jalan yang masih basah dari sisa air hujan. Kupandangi langit yang penuh warna abu gelap seakan belum puas menyirami bumi dan seolah menyuruhku untuk singgah di sebuah minimarket.

Tidak hanya membuat genangan, hujan juga mengingatkan akan sebuah kenangan. Kenangan antara aku dan kau yang dulu adalah kita. Dan kini kau pergi meninggalkanku dengan kesendirian.

Lantas apa arti semua kenangan itu. Kenangan yang manis untuk dilupakan namun begitu pahit untuk dikenang.

Banyak hal yang membuat kita ragu untuk menjalani sebuah hubungan. Hingga kau pergi meninggalkan kita, kau menyerah begitu saja. Entah alasan apalagi yang harus kukatakan agar kita tetap bertahan.

Bahwa akhirnya hal yang tak pernah kuduga antara janjimu dan janjiku akhirnya tergugat. Janji apalah janji tanpa sebuah ketepatan.

Seandainya kau tahu aku menitipkan sebuah harapan pada ribuan rintik-rintik hujan. Kau tahu harapan itu apa? Aku ingin hari depanku selalu bersamamu.

Bagiku, hujan menyimpan senandung liar yang membisikkan 1001 kisah. Namun kisah itu sekarang pahit seperti kopi hitam dimeja hadapanku.

Dentingan sisa-sisa air hujan di atas atap seakan menjadi seruling alam yang mengajak mataku tuk terpejam. Apakah aku merasa ngantuk, mungkin saja atau entahlah.. 

Suasana dingin menyelimuti tubuh yang merindukan hangatnya pelukmu kini hanya tinggal pelik saja.

Suara hujan semakin hilang pertanda langit mulai menampakkan kecerahannya. Kupandang timur langit Surabaya terbentuk lengkungan garis dengan warna yang memanjakan mata. Yah, itu adalah pelangi.

Pelangi muncul setelah hujan merupakan janji alam bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik-baik saja.

Tetapi tidak selamanya  pelangi itu datang selepas hujan. Seperti hujan di malam hari yang mengisahkan kisah cintaku padamu, tetap turun ke bumi meski tidak menjanjikan pelangi.

Entahlah bagaimana kelanjutan kisah cinta rumit ini. Aku serahkan semua pada Sang Maha Kuasa.

Tanpa berpikir panjang ku seduh kopi yang sudah dingin itu dan ku lanjutkan perjalananku. Dalam benakku semoga semua baik-saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun