Bertubi-tubi demontrasi yang datang ke tubuh PSSI. Banyak alasan yang menguatkan para pendemo untuk melancarkan aksi mereka. Berbagai cara telah mereka lakukan baik cara berdamai dengan mendatangi langsung kantor-kantor PSSI baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Aksi yang dilakukan juga telah menjurus ke arah imoralitas dengan menyebut pak Nurdin dengan kata monyet maupun dengan melekatkan foto pak nurdin di bola kaki sehingga di tendang oleh anak-anak sambil memainkan bola tersebut dalam sebuah pertandingan. Baru saja say lihat juga aksi yang tidak kalah hebat yaitu menempel wajah pak Nurdin di sebuah bola dan dikencingi oleh seorang yang saya pasti tidak kenal.
Pembelaan yang dilakukan oleh Pak Nurdin hanya mengatakan bahwa para pendemo tidak mengetahui apa yang mereka lakukan dan mereka salah telah mendemo Pak Nurdin, alasan pak Nurdin adalah bukan dia seharusnya yang didemo tapi ada pihak lain. Dalam hal iniPak Nurdin melakukan pembelaan diri dan melemparkan masalah kepada pihak lain yang sampai saat ini belum di sebutkan. Tapi menurut saya pihak yang dimaksud adalah lawan politiknya di PSSI sendiri yang juga mencalonkan diri menjadi salah seorang calon ketua PSSI. Dia juga bergeming bahwa pihak pendemo ada yang menunggangi dan mereka juga di bayar untuk demo.
Muncul juga para pendemo yang pro-Nurdin di Jakarta dan beberapa kota lainnya. Selidik punya selidik, ternyata para pendemo adalah orang-orang yang dibayar sebanyak Rop 25.000 ditambah dengan makan siang. Intrik ini bisa memecah belah rakyat walaupun dalam koridor yang kecil. Saya mulai bertanya apakah cara seperti ini sudah biasa untuk mempertahankan kedudukan dan mendapatkan dukungan dari rakyat?
Jika melihat ke belakang banyak terjadi kasus yang tidak bisa diterima dengan baik olah masyarakat tentang PSSI. Pertama dalam statuta FIFA, pemimpin organisasi sepakbola di suatu negara tidak boleh terlibat dalam narkotika dan korupsi, dalam hal ini pak Nurdin terlibat. Dalam hal ini statuta FIFA bisa dirubah oleh PSSI sendiri. Kedua Rakyat telah jenuh menunggu prestasi dari timnas yang tak kunjung datang dalam kepengurusan Pak Nurdin dan teman-teman. Ketiga: Baru-baru ini terjadi penggagalan Pak Arifin Panigoro dan George Tuistuta menjadi bakal calon ketua dan wakil ketua PSSI. Walaupun tim banding PSSI telah mengeluarkan keputusan yang membuat rakyat makin jenggel tehadap PSSI yaitu menyerahkan kembali kasus tersebut kepada tim Eksekutif PSSI yang menurut saya adalah teman-teman Pak Nurdin juga.
PSSI telah menjadi pembicaraan publik baik di tingkat golongan atas sampai kepada golongan bawah yang biasa kita sebut pembicaraan di warung-warung kopi. Jika di rating PSSI menjadi topik yang utama pembicaraan publik mengalahkan kasus-kasus lain.
Apakah orang-orang yang terlibat di PSSI sekarang ini adalah orang-orang yang nyaman dengan kedudukan mereka di PSSI sehingga tidak mau turun dan menyerahkan tumpuk kekuasaan atau kursi mereka kepada pihak lain? PSSI punya rakyat Indonesia bukan punya segelintir orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H