Nyaring suara mesin jahit seakan memecah keheningan malam itu. Sinta yang tengah mengayunkan kaki di pedal dinamo mesin jahit seakan asyik sendiri. Sudah beberapa hari ini, banyak konsumen yang meminta jasanya, yaah..walau pun sekedar rombak merombak celana jeans. Sinta berusaha melayani dengan baik, tak mau mengecewakan para langganannya.
Tiba-tiba anak bungsunya yang baru berusia tujuh tahun dan tengah asyik bermain disamping mesin jahit, menjerit kencang sambil menangis histeris. Bingung dan kelabakan ada apa dengan anaknya, Sinta segera meraih sang bocah lantas dipeluknya dengan erat. “cup..cup, ada apa sayang, kenapa menangis?..” Si anak bukannya terdiam dengan belaian Sinta, dia malah tambah histeris, sambil terisak menunjuk ke arah belakang punggung Sinta.
Wajah pucat pasi dan tubuhnya gemetaran, sang anak hampir saja pingsan. Sinta pun berteriak meminta pertolongan. Dibopongnya sambil berlari ke arah rumah tetangga depannya. Diberinya segelas air putih oleh si mbah tetangga depan, si anak pun mulai siuman, lalu tiba-tiba ia menjerit dan menangis lagi. Semua yang ada di rumah itu terheran-heran. Satu dua tetangga yang lain pun berdatangan. Mereka ikut bertanya-tanya “ada apa..?!”
Selang beberapa saat, bocah itu mulai terlihat tenang. Mungkin karena dilihatnya banyak kerumunan orang. Dengan perlahan dan hati-hati si mbah depan rumah bertanya “dede, tadi kenapa menangis? dede jatuh engga, mana yang sakit?..” Engga mbah, dede ga jatuh tapi tadi dede lihat dibelakang punggung mama ada perempuan berambut panjang, bola matanya kayak lilin meleleh gitu, tapi ada banyak darah dibajunya. “Gubrak!”, suara orang terjatuh diantara kerumunan.
Tubuh Sinta dibopong beberapa tetangga dan ditempatkan di kursi panjang. Seisi rumah si mbah mendadak terdiam, mereka saling bertatapan. “Gedubraaak!!” satu persatu orang-orang itu mulai berjatuhan. Setelah meraka melihat sesosok raut wajah tanpa mata, hidung dan mulut dibalik tirai jendela si mbah, sesosok wanita dengan rambut panjang menjuntai, dengan pakaian jubah putihnya. Seakan tengah menertawai kumpulan orang-orang dalam rumah si mbah.
******
Dayat, suami Sinta, kebetulan tengah berdinas di luar kota. Karena pekerjaannyalah ia mau tak mau harus meninggalkan anak dan istri di Bandung. Seminggu sekali baru bisa pulang, itupun kalau ada waktu senggang dan kebetulan ada tugas. Kebetulannya lagi hari itu Dayat ada tugas liputan ke Bandung, sekalian menyambangi tempat tinggalnya walau hanya beberapa saat. Begitu tiba di rumah, si istri menceritakan kejadian yang telah menimpanya. Kaget mendengar cerita istrinya, Dayat pun lantas terngiang kejadian di kantor tempatnya bekerja.
******
Digeretnya kursi depan komputer, Dayat menghepaskan tubuhnya sambil menghela nafas dalam-dalam. Sambil menikmati kepulan asap rokok seraya memejamkan matanya sesaat. Sekujur tubuhnya berkeringat. Sensasi barusan yang dialami membuat nafas itu memburu cepat. Jantung dan lelehan darah dalam tubuh seakan berlomba.
Dibukanya mata itu, memandangi langit-langit dalam ruangan kantor yang menjadi basis penghasilannya selama ini. Ada rasa penasaran akan kenyataan, bahwa Helga si bocah perempuan yang tadi menemuinya, berusaha membujuk dirinya untuk ikut bermain boneka. Tarikan jemari Helga begitu kaku dan dingin. Dayat tadinya hampir terbujuk namun ia ingat, bahwa malam ini dikejar deadline dan atasannya sudah mengultimatum, artikel harus sudah terbit besok pagi.
“Adek main sendiri dulu ya, om masih banyak kerjaan..” Seketika wajah bocah perempuan yang ada dihadapannya, menunduk sedih. Tiba-tiba ia menangis. “Ayo om, temenin Helga. Mama helga sudah tidak mau nemenin, mama Helga jahat!”.. Teriaknya. Kaget dengan ucapan bocah ini, lantas Torik berupaya menenangkannya. Dibujuknya Helga untuk tidak menangis histeris. Diusapnya rambut Helga yang terurai panjang. “Memang mama Helga kemana? Kok berani malam-malam sendiri kesini. Ga takutkah, dek?”.. Namun bocah itu tiba-tiba berlari ke sudut ruangan. Seolah ingin menunjukkan sesuatu. Lantas Dayat menghampirinya.
“Ini om, disini terakhir mama pergi ninggalin Helga” (sambil menunjuk lantai keramik dibawah tangga). Dayat belum paham apa maksud bocah itu. “Kok om nggak lihat tadi adek ada disini?”.. “Iya, om pasti nggak akan bisa lihat, soalnya aku kan keluar dari bawah lantai ini. Mama sengaja meninggalkan Helga, mama kejam om. Tolong cariin mama Helga ya om..”
Blasssst, seketika sosok bocah itu menghilang. Bola mata Dayat tidak sanggup mengedipkan mata, tubuhnya kaku dengan mulut menganga, tiba-tiba pandangannya mulai gelap.
**********
Masih bergelut dengan tuts keyboard. Dayat hari itu berhasil menyelesaikan satu artikelnya tentang lingkungan. Pagi-pagi sekali ia bergegas menuju kantor, ia tahu jalanan Jakarta pasti macet. Segelas kopi dan sepotong kue pastel jumbo sisa semalam, diciumnya “ah, layak makan” sambil nyengir ia menyadari kelakuannya sendiri. Diliriknya jam bentuk segitiga yang bertengger diatas meja. Pukul 06 pagi, oke saatnya cabut!.
Ditengah perjalanan, kembali ia teringat cerita istrinya, dan merasakan ada hubungan dari kejadian yang dialaminya juga. Seakan semua tersambung jelas, namun tidak paham ada apa sebenarnya. Mungkinkah ia sengaja ditunjuk untuk memecahkan misteri itu, atau hanya faktor kebetulan semata. Tapi, bisa saja bocah gadis yang bernama Helga itu beribukan wanita yang dihadir dalam wujud tak berbentuk yang diceritakan istrinya. Atau bisa juga si Ibu ini meninggal bunuh diri karena menanggung malu akibat punya anak diluar nikah dan menguburnya di sebuah rumah. Lantas rumah yang jadi kantornya itu dulunya punya siapa..? Pikiran Dayat mulai meluas, seolah-olah ia mendapat tantangan baru. Memecahkan misteri dari dua kejadian.
**********
Usut punya usut, setelah survey kesana-sini. Dalam waktu yang cukup lama, tiga bulan. Dayat akhirnya mengetahui, kalau rumah itu sebelum jadi kantor adalah rumah bosnya. Pa Hadi. Pa Hadi ini punya affair dengan sekertaris bernama Winda dan dari hubungan itu menghasilkan seorang anak yang tidak inginkannya. Beliaulah yang menyuruh Winda untuk menggugurkan kandungan. Bayi hasil hubungan gelap itu ia kubur dibawah tangga, untuk meninggalkan jejak.
Cerita ini bersumber dari daya khayal saya, karena sering mengalami kejadian aneh :D
Noted! karya ini orisinil dan belum pernah dipublikasikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H