Mulutnya terkatup menikmati keindahan jasad seorang perwira diseberang
Dahaganya membuai kala teringat simfoni menghampiri raga yang kedinginan
;Frans diseberang
Tak bisakah kau alihkan sejenak tolehan laramu di pundakku
coba kalungkan bebunyian rebana saat maya menjuntai kaku di wajahmu
sorotmu itu sungguh tak mampu menyihir kalimat peraduan yang membius luka
rotan sepanjang jalanan telah kau hilangkan akar utamanya
;Frans diseberang
kekurangan hatimu kala meminang waktu tanpa sebab menyusut
lidah itu acapkali kau kosongkan dalam buih kepahitan akan masa lalu
sengajakah atau membinasakan sesaat sebab torehan luka masih menyelimuti hasrat
lupa ya dirimu adanya hadirku dalam sebentuk kalimat pujangga yang tak merdu
;Frans diseberang
lirih ragumu sengaja menjerat pola aksara dalam kedamaian jabat jemari
puting melintang namun kerap kau terdiam sembari menjulurkan pondasi resah
peristiwa dini harikah yang menyapa dalam alfa rembulan tak terkurung
mengapa tak kau poles dengan seuntaian kedamaian irama hati dan lepaskan
Mari bersinggungan denganku, ulurkan jemari beri tindakan
akan ku sambut pasti
[caption id="attachment_353251" align="alignnone" width="300" caption="Partisipan no urut 15"][/caption]
Bandung, 1 Maret menuju siang
@Julayjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H