Indonesia Paling Malas Membaca! Realita atau Mitos?
Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara dengan tingkat literasi yang rendah. Sebuah laporan dari World's Most Literate Nations (2016) menempatkan Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara yang diteliti.
 Namun, apakah benar Indonesia adalah negara paling malas membaca, atau ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan?Artikel ini akan membahas realita di balik klaim tersebut dengan pandangan para ahli.Â
Agar tidak salah paham, Mari kita ulas secara seksama.
 Statistik Minat Baca!  Fakta atau Hanya Angka?
Data UNESCO menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya membaca 0,001 buku per tahun, artinya dari 1.000 orang, hanya satu yang membaca buku. Namun, ini sering disalahartikan sebagai indikator malas membaca.Â
Menurut Dr. Sari Narulita, pakar literasi dari Universitas Indonesia, angka tersebut lebih mencerminkan akses yang terbatas terhadap bahan bacaan, bukan semata-mata minat baca yang rendah.
"Banyak masyarakat di daerah terpencil kesulitan mendapatkan buku atau bahan bacaan lain, sehingga sulit untuk menyimpulkan bahwa mereka malas membaca," jelas Dr. Sari.
Budaya Membaca di Tengah Teknologi
Kemajuan teknologi telah mengalihkan perhatian masyarakat dari buku ke media digital. Sebuah survei oleh We Are Social (2023) menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar 8 jam sehari di internet, namun hanya sedikit waktu digunakan untuk membaca konten yang bermakna.
Menurut Andy F. Noya, pendiri Gerakan Indonesia Menulis:
"Masyarakat Indonesia sebenarnya membaca, tetapi kebanyakan kontennya adalah berita singkat, meme, atau hiburan. Ini adalah tantangan bagi kita untuk mempromosikan bahan bacaan yang lebih berkualitas."
Literasi Digital, Membaca dalam Bentuk Baru
Jika definisi membaca diperluas ke membaca konten digital, maka gambaran literasi Indonesia mungkin tidak seburuk yang terlihat. Peneliti literasi digital, Prof. Agus Sudibyo, mengatakan:
 "Anak muda Indonesia memiliki minat tinggi dalam membaca konten digital, tetapi tantangannya adalah bagaimana mendorong mereka untuk membaca konten yang mendalam dan informatif."
Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan pada minat membaca, tetapi lebih pada jenis konten yang dipilih oleh masyarakat.
 Faktor Ekonomi dan Infrastruktur
Minimnya akses ke perpustakaan dan mahalnya harga buku menjadi hambatan besar bagi literasi di Indonesia. Menurut data Perpustakaan Nasional (2021), hanya 30% kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki perpustakaan yang layak.
Najwa Shihab, pegiat literasi dan pendiri Gerakan Literasi Nasional, menyatakan:
 "Literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tetapi juga soal ketersediaan bahan bacaan. Ketika masyarakat tidak punya akses, sulit berharap mereka bisa membaca lebih banyak."
Kesimpulan: Realita atau Mitos?
Mengatakan bahwa Indonesia adalah negara paling malas membaca adalah mitos yang tidak sepenuhnya benar. Masalah utama terletak pada akses terbatas terhadap bahan bacaan, pergeseran ke konten digital yang kurang mendalam, dan infrastruktur literasi yang belum memadai.
Solusinya memerlukan kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan individu untuk meningkatkan budaya membaca. Seperti yang dikatakan oleh Tere Liye, seorang penulis terkenal Indonesia:
 "Membaca adalah kunci untuk membuka dunia. Jika kita ingin maju sebagai bangsa, kita harus mulai dengan buku."
Dengan komitmen bersama, Indonesia dapat mengubah persepsi ini dan menjadi bangsa yang cinta membaca.
Bagaimana menurut kalian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H