"Masyarakat Indonesia sebenarnya membaca, tetapi kebanyakan kontennya adalah berita singkat, meme, atau hiburan. Ini adalah tantangan bagi kita untuk mempromosikan bahan bacaan yang lebih berkualitas."
Literasi Digital, Membaca dalam Bentuk Baru
Jika definisi membaca diperluas ke membaca konten digital, maka gambaran literasi Indonesia mungkin tidak seburuk yang terlihat. Peneliti literasi digital, Prof. Agus Sudibyo, mengatakan:
 "Anak muda Indonesia memiliki minat tinggi dalam membaca konten digital, tetapi tantangannya adalah bagaimana mendorong mereka untuk membaca konten yang mendalam dan informatif."
Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan pada minat membaca, tetapi lebih pada jenis konten yang dipilih oleh masyarakat.
 Faktor Ekonomi dan Infrastruktur
Minimnya akses ke perpustakaan dan mahalnya harga buku menjadi hambatan besar bagi literasi di Indonesia. Menurut data Perpustakaan Nasional (2021), hanya 30% kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki perpustakaan yang layak.
Najwa Shihab, pegiat literasi dan pendiri Gerakan Literasi Nasional, menyatakan:
 "Literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tetapi juga soal ketersediaan bahan bacaan. Ketika masyarakat tidak punya akses, sulit berharap mereka bisa membaca lebih banyak."
Kesimpulan: Realita atau Mitos?
Mengatakan bahwa Indonesia adalah negara paling malas membaca adalah mitos yang tidak sepenuhnya benar. Masalah utama terletak pada akses terbatas terhadap bahan bacaan, pergeseran ke konten digital yang kurang mendalam, dan infrastruktur literasi yang belum memadai.