Muhammad Al-Fatih! Pemimpin yang Menyatukan Agama, Ilmu, dan Militer dalam dunia Pendidikan.
Udah pada kenal nggk, sama pemimpin satu ini! Â Beliau bisa nyatuhin agama, ilmu, dan militer dalam dunia pendidikan lho. Emang bisa ya? Penasaran jawabannya!
Mari kita ulas secara seksama.
Muhammad Al-Fatih, atau Mehmed II, adalah salah satu sultan paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Utsmaniyah. Pemerintahannya, yang berlangsung dari tahun 1444 hingga 1481, dikenal dengan pencapaiannya yang luar biasa, termasuk penaklukan Konstantinopel pada 1453, yang menandai berakhirnya Kekaisaran Bizantium.
 Namun, selain keberhasilan militernya, Al-Fatih juga dikenal sebagai pemimpin yang memperkenalkan sistem pendidikan yang holistik dan progresif. Ia berhasil menyatukan ilmu agama, ilmu pengetahuan sekuler, dan pendidikan militer dalam suatu sistem yang komprehensif, yang tidak hanya menguatkan wilayahnya tetapi juga membangun fondasi intelektual dan budaya yang solid bagi generasi berikutnya.
Pendidikan yang Berbasis pada Agama dan Ilmu Pengetahuan
Muhammad Al-Fatih sangat memprioritaskan pendidikan, baik dalam aspek agama maupun ilmu pengetahuan. Ia mendirikan berbagai medrese (sekolah agama) yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran. Pendirian sekolah-sekolah ini bertujuan untuk menciptakan generasi cerdas yang mampu mendukung perkembangan peradaban Islam dan kemajuan kerajaan Utsmaniyah.
Menurut Halil Inalcik, sejarawan terkemuka Utsmaniyah, Al-Fatih memiliki pandangan yang jauh ke depan tentang pendidikan. Inalcik mengemukakan bahwa Al-Fatih bukan hanya mengutamakan ilmu agama, tetapi juga mengintegrasikan ilmu pengetahuan sekuler dalam pendidikan untuk memperkuat kekaisaran Utsmaniyah. Inalcik percaya bahwa kebijakan pendidikan Al-Fatih membantu menciptakan kelas intelektual yang mendukung stabilitas dan kemajuan kekaisaran.
Sistem Pendidikan yang Inklusif
Al-Fatih juga dikenal dengan kebijakan pendidikan inklusif yang memperluas akses pendidikan, tidak hanya terbatas pada kalangan elit. Menurut Suraiya Faroqhi, seorang sejarawan yang mengkaji sejarah sosial Utsmaniyah, kebijakan pendidikan Al-Fatih memungkinkan akses pendidikan bagi berbagai lapisan masyarakat, termasuk rakyat biasa. Faroqhi menyoroti bahwa kebijakan ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih berpendidikan dan produktif.
Al-Fatih mendirikan sekolah-sekolah yang dapat diakses oleh berbagai kalangan, dengan memberikan beasiswa kepada mereka yang tidak mampu membayar biaya pendidikan. Pendirian medrese gratis adalah contoh dari upayanya untuk memastikan bahwa pendidikan tidak hanya untuk kalangan kaya, tetapi juga untuk rakyat biasa.