Perjuangan Guru di Gaza, Mengajar di Tengah Derita
Guruku adalah pahlawanku. Dan itu ada pada guru di Gaza. Mengajar ditengah derita yang melanda. Tapi apakah guru, para pengajar di Gaza menyerah? Tidak.Â
Nah, kami disini membuat artikel ini, untuk membuka mata hati para orang-orang yang masih belum mengetahuinya.Â
Mari kita ulas secara seksama.
Kehidupan guru di Gaza tidak hanya berbicara tentang pendidikan, tetapi juga perjuangan, ketahanan, dan keberanian. Di tengah konflik yang tak kunjung usai, mereka terus berusaha memberikan pendidikan meskipun dihadapkan pada keterbatasan luar biasa.
Krisis Infrastruktur dan Keterbatasan Sumber Daya
Lebih dari 90% sekolah di Gaza mengalami kerusakan akibat serangan berkepanjangan. Sebagian besar di antaranya membutuhkan rekonstruksi besar agar layak digunakan. Guru sering kali mengajar di "sekolah tenda" tanpa fasilitas yang memadai, seperti buku pelajaran, pena, atau kertas. Sebagai gantinya, mereka mengandalkan metode hafalan untuk memastikan anak-anak tetap mendapatkan pembelajaran.
Samir Awadallah, seorang guru bahasa Arab di Gaza, menyatakan bahwa meskipun tantangannya besar, mereka tidak menyerah untuk menyampaikan pendidikan kepada siswa. "Kehidupan akan terus berlanjut, dan perang ini pasti akan berakhir suatu hari nanti," ungkapnya penuh harapan.
Dampak Psikologis terhadap Siswa
Konflik di Gaza tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan mental siswa. Banyak anak menderita trauma mendalam akibat kekerasan yang mereka alami atau saksikan. Guru seperti Intisar al-Arabid melaporkan bahwa beberapa anak menunjukkan perilaku negatif dan mengalami stres berat di tempat penampungan pengungsi.
Para guru di Gaza memainkan peran ganda sebagai pendidik dan konselor. Mereka berusaha mengembalikan rutinitas belajar siswa untuk membantu mereka menghadapi trauma dan ketakutan yang membekas akibat konflik.
Inisiatif dan Ketangguhan Guru
Beberapa guru mengambil inisiatif pribadi untuk mengajar di luar sistem sekolah formal. Al-Arabid, misalnya, mengadakan kelas di tempat penampungan bagi pengungsi, memberikan pelajaran seperti matematika, bahasa Arab, dan ilmu pengetahuan. Dengan semangat pantang menyerah, mereka tetap mencoba memastikan siswa dapat belajar meskipun tanpa fasilitas.
Di sisi lain, upaya untuk menjaga semangat anak-anak terus dilakukan. Pelajar seperti Mohammed Abu Reziq, yang kehilangan sekolahnya, mengaku bahwa kelas darurat yang diadakan memberikan harapan bahwa suatu hari kehidupan normal akan kembali.
Ahli pendidikan internasional menekankan pentingnya dukungan global untuk memulihkan sistem pendidikan di Gaza. Mereka menyerukan penghentian serangan terhadap fasilitas pendidikan dan penyediaan dukungan psikososial bagi siswa dan guru. Pendekatan ini dinilai esensial untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Perjuangan guru di Gaza adalah bukti nyata ketangguhan manusia dalam menghadapi kesulitan. Mereka adalah pilar pendidikan yang menjaga harapan generasi muda meskipun di tengah derita perang. Harapan akan perdamaian, seperti yang disampaikan oleh para guru, adalah penggerak utama di balik dedikasi mereka untuk terus mengajar.
Allah pasti memuliakan guru-guru di palestina. Amiin..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H