Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Yuk Kenali, Sampah yang Bisa dan Tak Bisa Dijadikan Pupuk Kompos

18 Januari 2025   21:25 Diperbarui: 18 Januari 2025   21:25 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Sampah yang bisa dan tak bisa dijadikan pupuk kompos. | Image by Freepik

Kompos, harta karun yang tersembunyi di balik tumpukan sampah organik, telah lama menjadi solusi ramah lingkungan untuk mengelola limbah rumah tangga. Namun, tidak semua sampah bisa diubah menjadi pupuk kompos yang kaya nutrisi. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang jenis-jenis sampah yang cocok dan tidak cocok untuk dijadikan kompos.

Sampah Organik yang Cocok untuk Kompos

Sisa-sisa makanan sehari-hari yang sering kita anggap sebagai limbah, ternyata memiliki potensi besar untuk diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sampah organik seperti kulit buah, sayuran, ampas teh, kopi, dan sisa makanan lainnya adalah bahan utama dalam pembuatan kompos. Bahan-bahan ini kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium.

Selain sisa makanan, dedaunan dan ranting juga merupakan bahan organik yang sangat baik untuk kompos. Daun-daun kering, rumput, dan ranting kecil dapat menjadi sumber karbon yang baik untuk kompos. Karbon berperan penting dalam struktur kompos dan membantu menjaga kelembapan.

Kertas bekas juga bisa diolah menjadi kompos, asalkan tidak dilapisi plastik. Koran, kardus, dan kertas lainnya yang terbuat dari serat alami dapat dengan mudah terurai dalam proses pengomposan. Namun, perlu diingat untuk merobek-robek kertas menjadi potongan-potongan kecil agar proses penguraian lebih cepat.

Tidak hanya bahan nabati, kotoran hewan herbivora juga bisa menjadi tambahan nutrisi yang baik untuk kompos. Kotoran hewan seperti kelinci, kuda, atau sapi mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun, pastikan kotoran hewan tersebut sudah matang dan tidak mengandung parasit.

Serbuk gergaji kayu yang tidak dicampur bahan kimia juga bisa digunakan sebagai bahan kompos. Serbuk gergaji kaya akan karbon dan dapat membantu memperbaiki struktur tanah.

Sampah yang Tidak Cocok untuk Kompos

Selain sisa daging, tulang, produk susu, minyak, dan lemak, ada beberapa jenis sampah lain yang sebaiknya dihindari saat membuat kompos. Kertas yang dilapisi plastik, seperti kemasan makanan instan, tidak dapat terurai dalam proses pengomposan. 

Hal ini dikarenakan lapisan plastik yang sulit dipecah oleh mikroorganisme pengurai. Sama halnya dengan popok bayi dan produk kebersihan pribadi, produk-produk ini mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan dapat mengontaminasi kompos.

Abu arang juga tidak disarankan untuk dimasukkan ke dalam tumpukan kompos. Abu arang dapat membuat kompos menjadi terlalu asam, sehingga tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. 

Kemudian, briket arang sering kali diresapi bahan kimia yang dapat membahayakan tanaman. Logam, kaca, dan plastik adalah jenis sampah yang sama sekali tidak dapat dikomposkan. Bahan-bahan ini tidak akan terurai dan dapat merusak peralatan pengomposan.

Tips Membuat Kompos yang Baik

Setelah mengetahui jenis-jenis sampah yang cocok dan tidak cocok untuk kompos, mari kita bahas lebih lanjut mengenai tips membuat kompos yang berkualitas. Ingat, kompos yang baik adalah hasil dari proses penguraian bahan organik yang seimbang dan optimal.

Perbandingan C:N adalah kunci utama dalam pembuatan kompos. Bahan kaya karbon (C) seperti daun kering, serbuk gergaji, dan kardus berperan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme pengurai. 

Sementara itu, bahan kaya nitrogen (N) seperti sisa makanan, kotoran hewan, dan rumput hijau menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme. Idealnya, perbandingan C:N yang baik berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Jika perbandingan C terlalu tinggi, proses penguraian akan melambat. 

Sebaliknya, jika perbandingan N terlalu tinggi, kompos akan mengeluarkan bau menyengat dan menghasilkan cairan berwarna gelap.

Selain perbandingan C:N, kelembapan juga sangat penting. Tumpukan kompos harus selalu dalam keadaan lembap, seperti spons yang diperas. Kelembapan yang cukup akan membantu mikroorganisme berkembang biak dan melakukan aktivitas penguraian. 

Namun, jangan sampai tumpukan kompos terlalu basah karena dapat menyebabkan kondisi anaerob (tanpa oksigen) yang menghasilkan bau busuk dan mengurangi efisiensi penguraian.

Aerasi atau sirkulasi udara sangat penting untuk menjaga aktivitas mikroorganisme aerobik yang menguraikan bahan organik. Anda dapat melakukan aerasi dengan cara membalik tumpukan kompos secara berkala atau menggunakan alat pengaduk. Aerasi yang cukup akan membantu menjaga suhu optimal dalam tumpukan kompos dan mencegah timbulnya bau tidak sedap.

Suhu adalah faktor penting lainnya yang mempengaruhi proses penguraian. Suhu optimal untuk aktivitas mikroorganisme pengurai berkisar antara 55-65 derajat Celcius. Suhu yang terlalu rendah akan memperlambat proses penguraian, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat membunuh mikroorganisme yang bermanfaat.

Starter Kompos dapat mempercepat proses penguraian. Starter kompos mengandung mikroorganisme pengurai yang aktif dan dapat membantu memulai proses dekomposisi. Anda dapat membuat starter kompos sendiri dari tanah yang subur, kotoran hewan, atau membeli starter kompos yang sudah jadi.

Wadah Kompos yang tepat akan memudahkan Anda dalam mengelola tumpukan kompos. Anda dapat menggunakan berbagai jenis wadah, seperti tong kompos, bak plastik, atau lubang di tanah. Pilih wadah yang cukup besar, mudah dibersihkan, dan memiliki ventilasi yang baik.

Lokasi penempatan wadah kompos juga perlu diperhatikan. Pilihlah tempat yang teduh, mudah dijangkau, dan tidak terlalu jauh dari sumber air. Hindari menempatkan wadah kompos di tempat yang terkena sinar matahari langsung dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan suhu di dalam tumpukan kompos menjadi terlalu tinggi.

Waktu Pengomposan bervariasi tergantung pada jenis bahan organik, ukuran partikel, suhu lingkungan, dan kelembapan. Secara umum, proses pengomposan membutuhkan waktu sekitar 2-6 bulan. Kompos siap digunakan ketika sudah berwarna cokelat tua, berbau tanah yang harum, dan tidak ada lagi bahan organik yang terlihat.

Manfaat Membuat Kompos

Membuat kompos bukan hanya sekadar mengurangi sampah, tetapi juga membawa segudang manfaat bagi lingkungan dan kehidupan kita. Kompos yang kaya nutrisi mampu memperbaiki struktur tanah, membuatnya lebih gembur dan mampu menahan air dengan baik. 

Hal ini sangat penting bagi pertumbuhan akar tanaman, sehingga tanaman dapat menyerap air dan nutrisi dengan lebih efisien. Selain itu, kompos juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, yang berarti tanah menjadi lebih kaya akan mineral-mineral penting bagi pertumbuhan tanaman.

Sebagai pupuk organik, kompos mengandung berbagai macam mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah. Mikroorganisme ini membantu mengurai bahan organik dalam tanah menjadi nutrisi yang siap diserap oleh tanaman. 

Di samping itu, kompos juga dapat menekan pertumbuhan gulma dan penyakit tanaman, sehingga mengurangi penggunaan pestisida kimia. Dengan menggunakan kompos, kita tidak hanya mendapatkan hasil panen yang lebih berkualitas, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan.

Kesimpulan

Membuat kompos adalah langkah sederhana namun berdampak besar dalam menjaga lingkungan. Dengan memilah sampah organik dan mengolahnya menjadi kompos, kita dapat mengurangi timbunan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA), mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berbahaya bagi lingkungan, serta meningkatkan kesuburan tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun