Liburan tahun baru kali ini, kami sekeluarga memilih untuk kembali ke kampung halaman di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat.
Selain untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara, suasana pedesaan yang tenang juga menjadi penyegaran tersendiri setelah penatnya aktivitas sehari-hari.
Pagi yang cerah di hari pertama tahun baru, kami memutuskan untuk sarapan di alun-alun Cicalengka.
Aroma gurih nasi hangat yang dibungkus daun pisang menggugah selera.
Tak perlu berpikir panjang, kami langsung menghampiri pedagang kaki lima yang menawarkan menu andalannya yakni nasi kucing.
Bagi yang belum familiar, nasi kucing adalah seporsi nasi yang dibungkus daun pisang dengan ukuran yang kecil dan mungil, mirip seperti ukuran tangan anak kucing.
Meski sederhana, cita rasanya sangatlah lezat. Ditambah dengan lauk pauk seperti ayam goreng dan tempe bacem, membuat perut keroncongan kami seketika terpuaskan.
Sambil menikmati sarapan, saya dan istri tak lupa mengajak anak kami untuk mengamati pedagang nasi kucing tersebut.
Dengan sabar, kami menjelaskan bahwa di balik sepotong nasi kucing yang sederhana, tersimpan kerja keras dan semangat juang seorang pengusaha kecil.
Mereka bangun pagi-pagi untuk menyiapkan bahan makanan, kemudian berjualan di tempat yang ramai seperti alun-alun.
"Nak, lihatlah, meskipun porsinya kecil dan harganya murah, nasi kucing ini bisa membuat kita kenyang dan bahagia," ujar istri saya.