Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu Bu Guru Supriyani mengubah perilaku yang tidak diinginkan dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan.
Dengan demikian, beliau dapat kembali ke sekolah dan memberikan kontribusi yang positif bagi murid-muridnya.
Ketiga, restorasi hubungan. Bu Guru Supriyani dapat meminta maaf kepada murid-murid dan orang tua mereka, serta berjanji untuk memperbaiki hubungan yang rusak.
Permintaan maaf yang tulus dan spesifik, serta penerimaan tanggung jawab, adalah langkah awal yang penting. Dengan membangun kepercayaan kembali dan memperkuat hubungan positif, diharapkan Bu Guru Supriyani dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif.
Proses restorasi hubungan ini tidak hanya akan membantu menyembuhkan luka emosional, tetapi juga memberikan contoh yang baik tentang bagaimana konflik dapat diselesaikan secara damai.
Keempat, pengembangan program sekolah. Sekolah dapat mengembangkan program-program yang mendukung kesejahteraan guru dan murid, serta menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman dan inklusif.
Dengan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk guru, menyediakan fasilitas yang memadai, dan menciptakan program-program yang menarik bagi siswa, sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif.
Selain itu, sekolah juga perlu melibatkan orang tua dan komunitas dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif. Dengan demikian, sekolah dapat menjadi tempat di mana semua siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kesimpulan
Kasus Bu Guru Supriyani menyoroti pentingnya mencari solusi yang lebih manusiawi dan efektif dalam menangani konflik di lingkungan sekolah.Â
Keadilan restoratif menawarkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, yang dapat memulihkan hubungan, memperbaiki kerusakan, dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan.