Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memupuk Bahagia, Beginilah Suasana Hidup di Desa Bersahaja dan Penuh Karya

20 Oktober 2024   09:55 Diperbarui: 20 Oktober 2024   10:01 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah panggung dikelilingi pepohonan hijau di Desa Margaasih, Cicalengka, Kab. Bandung, Jawa Barat, Ahad, (20/10/2024). | Dok. Pribadi

Pagi Ahad, 20 Oktober 2024, menjadi hari yang istimewa.

Kembali lagi saya menginjakkan kaki di kampung halaman, sebuah desa yang begitu saya rindukan.

Setiap kunjungan, seakan membawa saya pada sebuah pelarian dari hiruk pikuk kota.

Di sini, waktu seolah berjalan lebih lambat, dan setiap detik terasa begitu berharga.

Udara segar menyambut saya begitu keluar dari kendaraan.

Bunyi burung berkicau dan gemericik air sungai menjadi alunan musik alam yang menenangkan.

Rumah-rumah panggung tradisional berdiri kokoh, menjadi saksi bisu akan kearifan lokal yang masih terjaga.

Berjumpa dengan sanak saudara dan tetangga adalah momen yang paling saya nantikan.

Keakraban dan kehangatan yang mereka berikan selalu berhasil membuat saya merasa di rumah.

Obrolan ringan sambil menikmati secangkir kopi hangat di beranda rumah, menjadi ritual yang tak terlupakan.

Petani sedang panen ubi di Desa Margaasih, Cicalengka, Kab. Bandung, Jawa Barat, Ahad, (20/10/2024). | Dok. Pribadi
Petani sedang panen ubi di Desa Margaasih, Cicalengka, Kab. Bandung, Jawa Barat, Ahad, (20/10/2024). | Dok. Pribadi
Masyarakat desa mayoritas berprofesi sebagai petani.

Ladang-ladang hijau membentang luas, menjadi pemandangan yang menyejukkan mata.

Proses menanam, merawat, hingga memanen padi dan ubi dilakukan secara gotong royong.

Nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan begitu kental terasa dalam setiap aktivitas mereka.

Dapur-dapur rumah masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama.

Aroma masakan tradisional yang khas begitu menggoda selera.

Sederhana namun kaya akan rasa, itulah ciri khas masakan desa.

Warga memasak menggunakan tungku dan kayu bakar di Desa Margaasih, Cicalengka, Kab. Bandung, Jawa Barat, Ahad, (20/10/2024). | Dok. Pribadi
Warga memasak menggunakan tungku dan kayu bakar di Desa Margaasih, Cicalengka, Kab. Bandung, Jawa Barat, Ahad, (20/10/2024). | Dok. Pribadi
Pesan Moral

Pertama, bahagia itu sederhana. Cerita dalam artikel ini menyiratkan bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan kemewahan atau kesibukan di perkotaan.

Kebahagiaan bisa ditemukan dalam kesederhanaan kehidupan desa. Kebahagiaan yang ditemukan di desa bukanlah euforia sesaat, melainkan kedamaian yang mendalam.

Jauh dari hiruk pikuk kota, penduduk desa menemukan kepuasan dalam ritme hidup yang lambat dan hubungan yang lebih autentik dengan alam dan sesama.

Kehidupan desa adalah perpaduan harmonis antara manusia dan alam. Bertani, memancing, atau sekadar berjalan-jalan di tengah sawah memberikan pengalaman langsung akan siklus alam yang tak ternilai.

Di desa, gotong royong dan semangat kebersamaan masih sangat kental. Saling membantu dan berbagi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, menciptakan ikatan sosial yang kuat.

Kebahagiaan di desa juga bersumber dari pemahaman akan nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Nilai-nilai seperti kejujuran, kesederhanaan, dan rasa syukur menjadi landasan hidup yang kokoh.

Kedua, desa sebagai sumber kebahagiaan. Desa digambarkan sebagai tempat yang kondusif untuk meraih kebahagiaan. Suasana yang tenang, hubungan sosial yang erat, dan aktivitas yang produktif menjadi kunci utama.

Desa menawarkan ketenangan yang sulit ditemukan di kota. Suara alam yang menenangkan, udara segar, dan pemandangan hijau menyegarkan pikiran dan jiwa. Ketenangan ini menjadi obat mujarab untuk mengurangi stres dan meningkatkan kualitas hidup.

Di desa, hubungan antarwarga lebih erat dan tulus. Gotong royong, saling membantu, dan rasa kebersamaan menjadi perekat yang kuat. Interaksi sosial yang berkualitas ini memberikan rasa memiliki dan diterima yang begitu berarti.

Aktivitas di desa tidak hanya sekadar bekerja, tetapi juga merupakan cara untuk berinteraksi dengan alam dan memenuhi kebutuhan hidup. Bertani, beternak, atau membuat kerajinan tangan memberikan kepuasan tersendiri karena hasil kerja langsung dapat dinikmati.

Ketiga, karya sebagai penambah kebahagiaan. "Penuh karya" menunjukkan bahwa aktivitas produktif seperti bertani atau berternak tidak hanya sekadar mencari nafkah, tetapi juga memberikan kepuasan batin dan kebahagiaan.

Karya tidak hanya terbatas pada hasil produksi fisik, tetapi juga bisa berupa karya seni, musik, atau bentuk kreativitas lainnya. Melalui karya, seseorang dapat mengekspresikan diri, menyalurkan emosi, dan menemukan makna hidup.

Proses menciptakan sesuatu, baik itu karya seni maupun hasil panen, memberikan kepuasan tersendiri. Rasa pencapaian saat melihat hasil karya yang memuaskan dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.

Karya yang dihasilkan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga dapat menjadi warisan bagi generasi mendatang. Rasa bangga karena dapat berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar juga menjadi sumber kebahagiaan.

Keempat, nilai-nilai luhur. Judul ini juga menyiratkan pentingnya nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kekeluargaan, dan kepedulian terhadap lingkungan yang masih kental di masyarakat desa.

Nilai gotong royong menjadi perekat kuat dalam masyarakat desa. Kegiatan bersama seperti membangun jalan, gotong royong membersihkan lingkungan, atau membantu sesama menjadi bukti nyata dari semangat kebersamaan.

Hubungan kekeluargaan yang erat menjadi ciri khas masyarakat desa. Saling mengunjungi, berbagi makanan, dan saling membantu dalam suka dan duka menciptakan ikatan yang kuat dan harmonis.

Masyarakat desa memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitar. Mereka memahami pentingnya menjaga kelestarian alam sebagai sumber kehidupan.

Kelima, apresiasi terhadap alam. Kehidupan di desa yang dekat dengan alam bisa memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup.

Alam mengajarkan banyak hal kepada manusia, mulai dari kesabaran, keteguhan hati, hingga siklus hidup. Dengan mengamati alam, kita dapat belajar tentang keteraturan dan keindahan ciptaan Tuhan.

Berada di alam dapat menjadi terapi alami yang efektif untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental. Suara gemericik air, kicau burung, dan pemandangan hijau dapat memberikan ketenangan dan kedamaian.

Manusia sangat bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan menghargai alam, kita menjaga keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Keenam, pentingnya menjaga tradisi. Desa seringkali menjadi tempat pelestarian tradisi dan budaya. Judul ini mengajak kita untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur.

Tradisi adalah cerminan identitas sebuah masyarakat. Dengan menjaga tradisi, kita menjaga keunikan dan kekhasan budaya kita.

Banyak tradisi yang sejalan dengan hukum alam. Misalnya, upacara adat terkait pertanian yang disesuaikan dengan siklus alam.

Tradisi menjadi perekat sosial yang kuat. Melalui tradisi, kita dapat mempererat hubungan antar anggota masyarakat.

Ketujuh, kritik terhadap gaya hidup konsumtif. Secara tidak langsung, judul ini mengkritik gaya hidup konsumtif yang seringkali menjauhkan kita dari kebahagiaan sejati.

Gaya hidup konsumtif menjanjikan kebahagiaan melalui kepemilikan barang-barang materi. Namun, kebahagiaan yang didapat seringkali bersifat sementara dan tidak memuaskan.

Tekanan untuk terus mengikuti tren dan memiliki barang-barang terbaru dapat menyebabkan stres dan kecemasan.

Konsumsi yang berlebihan berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Kesimpulan

Hidup di desa menawarkan alternatif yang menyegarkan dari hiruk pikuk kota. Dengan fokus pada karya, nilai-nilai luhur, hubungan dengan alam, dan pelestarian tradisi, desa menjadi tempat yang ideal untuk menemukan kebahagiaan sejati.

Melalui gotong royong, kita membangun komunitas yang kuat. Dengan menghargai alam, kita menjaga keberlangsungan hidup. Dan dengan melestarikan tradisi, kita menjaga identitas budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun