Sabtu, 24 Agustus 2024, Mulyadi, seorang pemuda di Desa Mandalawangi Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengisahkan pengalaman pribadinya.
Mulyadi adalah pemuda desa yang sederhana namun memiliki ketertarikan mendalam pada alam, menjadi pahlawan tak terduga di tengah krisis kekeringan yang melanda desanya.
Dengan ilmu yang ia pelajari secara otodidak, Mulyadi bertekad untuk menghidupkan kembali mata air desa yang hampir mengering.
Matahari bersinar terik menyengat kulit. Sawah-sawah mengering, retak-retak bagai tanah liat yang dijemur. Sumur-sumur mengering, hanya menyisakan lumpur di dasarnya. Desa Mandalawangi ini sedang dilanda kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Mulyadi, pemuda desa yang dikenal pendiam, merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu. Ia sering menghabiskan waktu di hutan kecil di belakang rumahnya.
Di sana, ia menemukan sebuah mata air kecil yang hampir tertutup lumut dan dedaunan. Mulyadi yakin, mata air inilah yang menjadi harapan terakhir desa.
Mencari Solusi
Dengan tekad yang bulat, Mulyadi mulai mencari informasi tentang cara menghidupkan kembali mata air. Ia bertanya kepada para sesepuh, dan mencari informasi di internet. Ia belajar tentang hidrologi, konservasi tanah, dan teknik penanaman pohon.
Mulyadi menyadari bahwa kerusakan hutan di sekitar mata air menjadi salah satu penyebab kekeringan. Ia mengajak teman-temannya untuk melakukan reboisasi di sekitar mata air. Mereka menanam berbagai jenis pohon yang akarnya kuat dan dapat menyerap air dengan baik.
Namun, perjalanan Mulyadi tidaklah mudah. Banyak warga desa yang meragukan usahanya. Mereka lebih memilih untuk pasrah dan menunggu hujan turun. tapi, Mulyadi tidak menyerah. Ia terus berusaha meyakinkan warga tentang pentingnya menjaga kelestarian sumber air.
Selain itu, Mulyadi juga menghadapi kendala finansial. Ia harus membeli bibit pohon, cangkul, dan peralatan lainnya dengan uang hasil menjual hasil kebunnya. Namun, semangatnya tidak pernah padam.