Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Tengah Arus Ekonomi Digital, Lelaki Paruh Baya Pertahankan Tradisi Tawarkan Dagangannya

12 Juni 2024   06:51 Diperbarui: 12 Juni 2024   07:19 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Pak Ahmad penjual bandros keliling sedang melayani pembeli di Cicalengka, Bandung, Selasa (11/6/2024). (Dok. Pribadi)

Di tengah gempuran ekonomi digital yang kian marak, dengan laju perkembangannya yang pesat dan inovatif, seorang pedagang kaki lima dengan gerobaknya yang sederhana, ibarat oase di tengah padang pasir. Ia terus melangkah dengan teguh, menawarkan dagangannya dengan cara tradisional yang tak lekang oleh waktu.

Sosoknya bagaikan pengingat bahwa di tengah modernisasi, masih ada ruang bagi mereka yang memilih untuk bertahan dengan cara yang telah lama mereka kenal dan kuasai. Kegigihannya patut diacungi jempol, menunjukkan bahwa semangat pantang menyerah dan kemandirian masih hidup dalam jiwanya.

Di balik kesederhanaan gerobaknya, terpancar kisah perjuangan dan dedikasi. Setiap keringat yang menetes, mencerminkan kegigihannya dalam mencari nafkah. Setiap senyuman yang tersungging di wajahnya, melambangkan rasa syukur atas rezeki yang diterimanya.

Kehadirannya di tengah hiruk pikuk ekonomi digital, membawa nuansa nostalgia dan kehangatan. Bagi sebagian orang, gerobaknya menjadi simbol kearifan lokal dan tradisi yang patut dilestarikan. Interaksi yang terjalin antara pembeli dan penjual tak hanya sebatas transaksi jual beli, tetapi juga pertukaran cerita dan momen yang berharga.

Meskipun ekonomi digital menawarkan kemudahan dan kepraktisan, namun tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang yang lebih menyukai cara tradisional dalam bertransaksi. Bagi mereka, gerobak kaki lima bukan hanya tempat untuk membeli barang, tetapi juga tempat untuk berinteraksi dan merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat.

Kisah sang pedagang kaki lima ini, menjadi pengingat bahwa di era modernisasi, kita harus tetap menghargai nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Ekonomi digital memang membawa banyak perubahan, namun bukan berarti harus menghilangkan keberadaan mereka yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Justru, dengan memanfaatkan teknologi digital, para pedagang kaki lima pun dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan mereka.

Ilustrasi - Pak Ahmad penjual bandros keliling sedang melayani pembeli di Cicalengka, Bandung, Selasa (11/6/2024). (Dok. Pribadi)
Ilustrasi - Pak Ahmad penjual bandros keliling sedang melayani pembeli di Cicalengka, Bandung, Selasa (11/6/2024). (Dok. Pribadi)
Hari Selasa, (11/6/2024) di Alun-alun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat saya bertemu seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik mengolah dagangannya dan melayani para pembeli. Dia seorang pedagang keliling dengan cara dipikul menawarkan makanan khas daerah Bandung, Jawa Barat.

Lelaki ini bernama Pak Ahmad, berusia 45 tahun. Dia sudah berjualan selama lebih dari 20 tahun. Setiap hari, Pak Ahmad keliling daerah Cicalengka dan terkadang dengan gerobaknya yang dipikulnya mangkal di sekitar alun-alun Cicalengka depan Masjid Besar. Dia menawarkan makanan tradisional khas Bandung, yakni bandros. Bandros adalah makanan yang terbuat dari bahan utama beras dicampur terigu dan kelapa.

Pak Ahmad mengatakan bahwa dia lebih memilih untuk berjualan dengan cara tradisional karena dia ingin melestarikan budaya dan tradisi Indonesia. Dia juga merasa bahwa cara ini lebih personal dan memungkinkan dia untuk berinteraksi langsung dengan pelanggannya.

Meskipun era digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, masih ada banyak orang yang menghargai tradisi dan budaya. Pak Ahmad adalah salah satu contohnya, dan dia menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk tradisi dalam dunia modern.

Ilustrasi - Pak Ahmad penjual bandros keliling di Cicalengka, Bandung, Selasa (11/6/2024). (Dok. Pribadi)
Ilustrasi - Pak Ahmad penjual bandros keliling di Cicalengka, Bandung, Selasa (11/6/2024). (Dok. Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun