Suasana mudik atau pulang kampung paling dinanti oleh saya dan keluarga. Mudik di saat Lebaran adalah sesuatu yang berbeda dibanding dengan pulang kampung di luar Ramadan.
Suasana kampung di masa mudik memang sangat terasa. Bersyukur bisa berkumpul dengan keluarga, seperti kakak, keponakan, sepupu dan juga warga kampung lainnya.
Di saat mudik seperti ini, banyak cerita yang mesti diobrolkan dengan keluarga dan sahabat lainnya. Cerita pengalaman di kota dan cerita masa-masa di desa.
Tapi, ada sesuatu yang rindu saat di kampung itu yaitu melaksanakan shalat tarawih di masjid yang sudah berumur tua (dipekirakan ratusan tahun). Masjid itu adalah Al Istiqlal yang berdiri sejak penjajahan Belanda dan Jepang.
Seingat saya, masjid ini dulunya berbentuk panggung di depannya ada kulah tempat berwudhu. Tapi, kini Masjid yang dipugar tahun 80an itu telah berubah menjadi bangunan dari tembok dan permanen.
Saat shalat Tarawih pun tiba, saya bergegas pergi ke masjid Al Istiqlal guna menunaikan shalat tarawih bersama keluarga dan bersyukur Alhamdulillah di saat itu bisa ketemu dengaan sahabat di kala waktu kecil.
Akhirnya kesampaian juga melaksanakan shalat tarawih di kampung halaman. Kampung di kaki Gunung Gede antara Cicalengka Kabupaten Bandung dengan Kadungora di Kabupaten Garut.
Suasana tarawih di kampung halaman sejak dulu hingga saat ini tidaklah berbeda. Di ikuti para orang kampung ibadah shalat tarawih terasa begitu tenang, nyaman dan khidmat.
Sekitar ada 6 shaf jamaah laki-laki dan perempuan mengikuti shalat tarawih. Sebanyak 23 rakaat yakni 20 tarawih dan 3 rakaat witir.
Di akhir shalat para jamaah memanjatkan doa agar selalu diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menghadapi problematika hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H