Mudik atau pulang kampung biasa dilakukan oleh sebagian besar warga Indonesia pada perayaan Hari Raya Keagamaan. Seperti pada mudik perayaan umat Islam yakni Hari Raya Idul Fitri atau dikenal juga hari Lebaran.
Entah kapan tradisi ini dimulai, tapi yang pasti saya sudah merasakan mudik ini sebanyak 27 kali atau hingga saat ini (2024) sejak saat itu (1997).
Sejak 27 tahun silam, saya mencari peruntungan di Kota Bandung, dan setiap tahun di saat jelang Lebaran saya pun ikut mudik untuk bertemu dan berkumpul bersama keluarga.
Mudik bagi umat Islam adalah tradisi tahunan yang sangat dinanti-nantikan. Sebab tradisi mudik adalah momen berkumpulnya bersama keluarga. Di saat mudik asyik bercengkrama, dan bertukar ceritan dengan keluarga atau sahabat.
Pada saat Ramadan tiba, bagi para perantau pasti telah mempersiapkan jauh-jauh hari guna pulang kampung atau istilah di kalangan warga Islam adalah mudik lebaran.
Sepertinya, tradisi mudik di saat lebaran tidaklah akan dilekang zaman, tapi tradisi akan selalu ada dan selalu ada. Karena mudik adalah sudah menjadi tradisi warga muslim di Indonesia yang sudah berlangsung turun temurun.
Selagi masih ada yang migran dan tiap tahunnya tenaga migran atau orang daerah yang berusaha dan tinggal di kota masih  cukup banyak, tentu, tradisi mudik di saat lebaran tak akan terhenti, malahan mudik akan selalu ada dengan berbagai ciri dan keunikannya.
Tradisi Mudik Ngangenin
Pada akhir Ramadan langsung terbersit dalam bayangan ada tradisi tahunan yakni mudik. Mudik sangat identik dengan macet di jalanan karena saking banyaknya kendaraan roda dua dan empat
Tidak ngangenin bagaimana, jarang ada momen macet-macetan di Jalanan kecuali pada saat ada mudik lebaran. Lalu muncul guyonan yakni kalau tidak macet di jalan sepertinya tidak kerasan mudiknya.
Setiba mudik, lalu kita bisa berkumpul dengan keluarga dan sahabat. Berbagi cerita, Â saling mengunjungi antar keluarga dan sahabat.