Wajah itu sayup memandang. Binar matanya penuh dengan tetesan air lembut, meleleh, mengalir dan membasahi pipi merah merona. Sejenak tak bergeming, hanya tatapan sayup dia berikan kepada lelaki yang berdiri tegap tepat di depannya. Lelaki tampan, penuh pesona, siapapun yang memandang akan terpana. Dialah Abimanyu, putra dari Arjuna. Saat itu tepat dini hari saatnya ayam berkokok yang mengabarkan bahwa hari sudah pagi. Sepagi itu wanita mungil yang cantik yang tak lain adalah Utari istri dari Abimanyu meneteskan airmatanya.
"Airmatamu hanya akan membebaniku."
"Kepergianmu hanya membuatku menangis."
"Sudahlah, aku pergi tak lama."
"Sejengkalpun hatiku tak rela."
"Ini demi darma."
"Selamanya darma meninggalkan kaum hawa. Ini tak adil, kebajikan apa yang mengotori pikiranmu, hingga rela meninggalkan istrinya yang sedang hamil."
"Istriku, tak selamanya yang kamu pikirkan itu benar."
"Suamiku, tak selamanya pula yang kamu lakukan itu juga benar."
Kembali bisu, kokok ayam jantan yang keras memecah suasana. Sementara di ufuk timur nampak cahaya merah merona di sela warna hitam ke abu-abuan, pertanda penguasa siang akan segera bangun dari tidurnya semalam.
"Istriku, ini medan pertempuran memperebutkan kebenaran."