Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Banyuwangi

5 Februari 2012   12:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:02 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_168550" align="alignleft" width="380" caption="Tari Gandrung"][/caption] Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa yang selalu saya gunakan ketika menginjakkan bumi atau daerah baru. Sekali lagi menonjolkan eksitisme keindahan panorama Indonesia. Mungkin sebagian teman-teman Kompasiana sudah tahu tentang keberadaan Banyuwangi dan keindahan alamnya. Sedikit pengetahuan saya tentang keindahan alam dan pesona daerah ini. Pertama-tama yang saya ingat adalah kesenian tradisinya yang masih bisa beradaptasi dengan perkembangan jaman. Karena disana rakyatlah yang berperan aktif, bahkan kesenian asli setempat tidak terkontaminasi daerah lain. Soal musik pasti akan jelas mereka menyebutkan tentang keberadaan Angklung Caruk dan Kuntulan ala Banyuwangi ini. Musik yang penuh dengan energi, penuh dengan semangat, penuh dengan speed yang tinggi dan terkesan kerumitan permainannya. Layaknya musik di daerah Bali. Untuk mendengarkan salah satu Angklung Caruk silahkan berkunjung di BLOG SAYA. Perkembangan musik di daerah Banyuwangi akhirnya menuju ke populer, namun pop yang karakter tradisinya masih kental. Meskipun sudah menggunakan instrumen barat, seperti keyboard, gitar namun nada-nada dan unsur gamelan masih mendominasi. Mungkin bisa dikategorikan sebagai campursari. Namun perbedaannya adalah lagu-lagu disana sangat bernuansakan melodi banyuwangen. Nada asli pentatonis, namun pentatonis dalam tangga nada minir di diatonis. Kesan sedih terlihat dalam melodi lagunya, kesan sigrak atau kesan energik terlihat dalam aransemen musiknya. Tak kalah menariknya adalah seni tarinya. Siapa yang tak kenal Tari Gandrung? Kalau di Banyumas ada tari Lengger, di Solo ada tari Tayub, mungkin di Jawa Barat ada Bajidoran, kalau di Banyuwangi ada tari Gandrung. Tari ini adalah tari pergaulan yang sangat digemari oleh masyarakat setempat. Tari ini sangat mengundang degub jantung kalau melihat tariannya. Sang penari yang cantik-cantik mengundang sang lelaki untuk ikut menari. Itulah tari gandrung. Ulasan lengkap tentang Gandrung dapat teman-teman baca  (KLICK DISINI). Saya juga sangat menikmati tarian ini waktu disana. Pesona lainnya adalah tradisi yang tak pernah mati, yaitu KEBO-KEBOAN. Tradisi ini biasanya diadakan tiap awal tahun Suro, penanggalan ala Jawa. Kebo-keboan adalah upacara tradisi yang berfunngsi untuk sedhekah bumi, sebagai simbol kemakmuran tanah dan sawah. Kebo (kerbau) adalah salah satu teman petani ketika membajak sawah. Dari sana tradisi ini tercipta. Acara diadakan pagi hari, sedangkan persiapan sebelum menuju hari H biasanya lebih dari 2 minggu. Ada sekitar 15 orang lebih tubuhnya dibaluri dengan warna hitam, kepalanya memakai tanduk layaknya kerbau. Kemudian di arak menuju ke sawah. Diikuti oleh peraga Dewi Sri yang ditandu dan diikuti oleh beberapa Bidadari. Sepanjang perjalanan kebo-keboan ini membabi buta mencari penonton dan mencorengkan tubuhnya ke penonton. Kadang ada yang sampai kesurupan bibir kebo-keboan terantuk jalan beraspal dan memakannya. Sesaji laut adalah acara serupa yang digunakan untuk menghormati penguasa laut. Berbedanya cuma kalau di laut dilarung kepala kerbau dan pertunjukan full tari-tarian sekitar 24 jam. Surfhing atau selancar adalah bisa kita temukan di daeerah ini. Tepatnya di Pantai Lengkung yang terletak di alas purwa. Alas purwa terkenal hutan alami dan termasuk Taman Hutan Nasional yang terkenal angker dan dianggap angker oleh masyarakat setempat. Hutan ini menyimpan banyak pesona, banyak pantai dapat kita jumpai di dalamnya. Banyak satwa liar kita jumpai, seperti kerbau, ular, harimau, kijang, kera dan masih banyak satwa-satwa lainnya. Ada satu keanehan yang saya temui sepulang dari pantai Plengkung. Karena sudah malam saya kembali ke tempat parkiran, berjarak sekitar 1 jam perjalanan kaki. Kemudian saya mampir ke pantai yang katanya sering digunakan untuk meditasi, namanya saya lupa. Pantai ini tenang, namun katanya angker. Di pantai ini ada sebuah sumber air tawar yang sangat menyejukkan. Mengalir dari pinggiran hutan masuk ke laut. Berjarak kurang lebih cuma 6an meter. Saya mengamati sumber air yang kecil tersebut. Selang beberapa waktu saya pulang, tempat jalan awal saya menuju ke pantai ini tadi tidak ada sumber air dan tidak ada aliran air, artinya kering, namun sekarang sudah ada aliran air yang ntah darimana datangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun