Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Mimpi

28 Februari 2014   05:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku hanya ingin menceritakan sebuah mimpi. Kenapa harus aku ceritakan? Mungkin karena aku menganggap mimpi itu indah. Dan bila mimpi itu tak aku ceritakan, pasti selalu mengganggu otakku. Apalagi jika mengingat kapasitas otakku yang kecil ini, mudah melupakan sesuatu yang datang tiba-tiba, meskipun indah. Lepas dari percaya ga percaya.

Hallo, masihkah berkenan membaca ceritaku? Semoga tak lelah untuk menunggu, dan tak capek untuk membacanya. Oh iya, mimpi itu baru saja nongol di otakku, tentang apa yang namanya indah, penuh kasih, penuh cinta dan sifatnyapun universal. Emh, tidak. Tidak akan pernah aku akhiri cerita mimpi ini. Walau akhirnya harus kubagi dengan banyak orang.

Biasanya aku katakan di kerumunan banyak orang, di tengah lobi, ditengah perkumpulan jalanan, ditengah orang-orang yang sedang asyik menikmati kopi dan bir. Hanya disaat waktu tenggang mereka, selepas sore ataupun di tengah malam.

Aku ga akan banyak berbasa-basi lagi untuk memulai cerita. Bukankah dari tadi aku sudah menceritakan? Bahkan dari awal keinginan saya untuk menulis dan mewujudkannya dalam cerita ini. Itu hanya cerita mimpi, yang datangnyapun tidak kita undang. Oh, andaikata ada dukun atau ahli dalam hal memanggil mimpi, tentu mimpi itu aku minta lahir kembali.

Dalam mimpi aku menemukan sebuah ladang yang indah, padi-padi menguning siap panen. Ladang itu biasa disebut sawah oleh beberapa kalangan masyarakat di negara kita. Indah sekali, namun tiba-tiba aku bedara di sebuah sungai yang airnya bening sekali, dangkal dan aku melihat banyak ikan disana. Ikan-ikan itu seakan mengajakku berenang. Belum puas ku menikmati sungai dangkal berbatuan dan pepohonan rindang, tiba-tiba aku berada di sebuah kampung. Indah sekali kampung itu. Rumahnya sederhana sekali, beratapkan ijuk, berdindingkan kayu, berbentuk limas. Oh ternyata halaman mereka luas, pohon-pohon besar tumbuh. Lihat dibelakangnya, kebun mereka luas, ditanami aneka sayuran. Setengahku bersorak riang karena bangga punya semua itu di negeri ini, tiba-tiba aku dibangunkan oleh temanku yang melihatku mengigau. Sontak kaget, karena situasi berubah total, rumah kampung hilang, hanya tinggal deretan rumah kumuh, saling berdempetan, banyak sampah, paritpun kotor dan mengeluarkan baunya yang tidak sedap. Ah untung tadi cuma mimpi, direalitas ini tentu ak harus lebih menerima.

Apakah kita selalu bermimpi di negeri ini, seutuhnya mimpi dan mimpi selalu dijadikan mimpi. Semoga mimpi-mimpi menghibur hati-hati yang suka bermimpi.

Gambar ilustrasi dari: http://moroka323.deviantart.com/art/Golden-Dream-Wallpaper-112292828

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun