[caption id="attachment_351199" align="aligncenter" width="300" caption="indonesiarayanews.com"][/caption]
Sadar ga sadar, tetap harus sadar bahwa kita adalah manusia pencipta sampah, dan banyak dari kita yang tidak bertanggungjawab terhadap hasil cipta (sampah) tersebut. Entah berapa kg sampah tiap hari yang dihasilkan dari aktifitas perharian di setiap RT, belum lagi aktifitas di tingkat kelurahan atau propinsi. Mari kita intropeksi diri dan lingkungan kita masing-masing.
Polemik sampah ini selalu menjadi kegelisahan tiap manusia yang sadar, karena memang sangat merugikan bagi kehidupan manusia sendiri. Banyak tulisan-tulisan yang berbicara tentang sampah ini, beserta upaya penanggulangannya, namun, semakin banyak juga yang semakin ga sadar dan seakan-akan mereka memang bukan pembuat sampat dan pembuang sampah. Karena memang sampah-sampah ini diproduksi masal oleh perusahaan, baik itu berupa perusahaan minuman instan, makanan instan dan lain sebagainya. Tentunya merekalah yang lebih bertanggungjawab akan keberadaan sampah. Namun keberadaan mereka disebabkan karena memang produknya di beli di pasaran umum, jadi sebagai konsumer juga bertanggungjawab atas masalah sampah ini.
Wayang Sampah
Berjalannya waktu, kemudian Anthoni (Mas Konde) menggandeng teman wanitanya yang bernama Nora (Darmasiswa dari Hungaria) untuk membuat sebuah pertunjukan dengan boneka wayang tersebut. Nora kemudian berinisiatif untuk mengumpulkan teman-teman darmasiswa lainnya, seperti Elena (dari Spanyol), Jamie (dari Amerika), Dora (dari Hungaria), Dhenok (dari Indonesia) dan saya pribadi untuk menindak lanjuti ide gagasan dari mas Konde tersebut. Wal hasil jadilah sebuah rekasaya pertunjukan yang bertemakan daur ulang sampah dengan menggunakan mediasi sampah yang sudah dibuat menjadi boneka-boneka wayang.
Jika dianggap pertunjukkan, tentu pertunjukan wayang sampah ini masih perlu banyak masukan dari teman-teman seniman lainnya. Namun jika di lihat dari segi fungsi dan tujuan dari keberadaan wayang ini, tentu bisa dibilang sudah cukup sebagai tontonan yang mengandung ajakan. Menariknya pertunjukan wayang sampah ini adalah dimainkan (dalangnya) oleh 2 cewek cantik, dan keduanya adalah orang luar negeri (darmasiswa). Tentu saja mereka juga manusia pilihan yang peduli akan sampah. Menurut saya pribadi, ini merupakan tamparan bagi para makhluk pribumi yang notabene punya kesenian wayang golek yang tentu lebih bisa menguasai daripada mereka berdua. Peran saya sendiri hanyalah sebagai pengaransemen lagu-lagu yang digunakan dalam pertunjukan wayang trsebut. Soal cerita, soal tema, mereka tentukan sendiri dan berusaha menggunakan bahasa Indonesia meskipun bahasa mereka tidak seteteh kita yang memiliki bahasa. Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut, menimbulkan sebuah pertunjukan yang menurut saya unik dan sangat berinteraksi dengan para penonton.
Pertunjukan wayang ini, hanya berdurasi sekitar 1.30 menit, dengan mengambil cerita sekitar masalah sampah yang ada di Gunung. Sangat menohok temanya, karena para pengunjung gunung adalah mayoritas pecinta alam, namun sebenarnya mereka tidak cinta alam, alias pembawa sampah ke alam terbuka.
Pentas perdana mereka adalah di Gunung Lawu, berita tentang pementasan ini bisa dicari di Harian Kompas yang terbit pada tanggal 22 Juli 2014. Dan berlanjut pentas ke Kediri, di salah satu sekolah alam yang berada di sana (berita bisa klick disini). Lepas dari senang dan tidaknya bagi para penikmat wayang jenis ini, kami (Wayang Sampah) siap diundang kemanapun, jika memang dikehendaki. Yang bisa kami pamerkan adalah berupa pertunjukan wayangnya dan tentunya sumbah sih untuk ikut mengurangi sampah, kami mengadakan semacam diskusi dan workshop tentang sampah dan pembuatan boneka dari sampah.
Sedikit persembahan dari komunitas wayang sampah yang di prakarsai oleh Mas Konde dan kawan-kawan. Sumbang sih yang sedikit ini semoga bermakna dan bisa berjalan ke depan. Dukungan dan doa dari teman-teman kompasiana sangat kami butuhkan demi berlangsungnya komunitas ini, demi lingkungkan kita juga. Selamatkan lingkungan dari sampah, dengan semakin ramah terhadap sampah. Salam Sampah.
Foto Koleksi Jamie Yelland: Dari kanan atas Dora Gyorfi, Dhenok, Nora Vago, dari kanan bawah, Saya, Jamie Yelland, Mas Anthony, Elena Diez Villagrasa, dan Maria Pardo Vuelta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H