Mohon tunggu...
juju juriyah
juju juriyah Mohon Tunggu... Guru - Penulis sastra dan nonsastra, guru man 3 Cirebon peraih juara menulis tingkat internasional maupun nasional.

Hobi menulis sebagai tempat untuk berbagi dan tempat mengungkapkan ide/gagasan/pendapat dan perasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu

8 November 2022   20:17 Diperbarui: 8 November 2022   20:35 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kata-katanya selalu kuingat, surat-suratnya selalu kubaca tiada bosannya, kalau dulu kita masih berpasangan biasa disebut sepasang kekasih. Malam ini malam malam gelap gempita hanya suara dengingan serangga. Aku tak bisa tidur, sepertinya suaramu mengalun syahdu di telingaku dengan merdu. 

Saat itu kau berkata "Bolehkah ku melamarmu datang ke orang tuamu" Kau tahu aku sangat bahagia, hati ini tiba-tiba disiram air es dan madu, sejuk banget dan manis banget. Yah saat itu. Sekarang hanya Suasana sepi mencekam menghadirkan luapan perasaan rindu. 

Rindu bak pelangi yang muncul kala hujan berhenti. Hari itu kau datang ke rumah dan disambut hangat oleh ayahku, ayah yang penyayang dan berhati lembut. Bahagia tasanya saat kau ungkapkan niatmu pada belaiu dan beliau pun menerima lamarmu. Hati ini menggelora rasa berhibur gembira nan indah. Dan kuyakinkan dalam diriku untuk mendampingimu sampai akhir. Dan kumampu melakukannya, Kini rasanya ingin kumerayakan kesetiaan yang tak pernah pudar.

Aku bukanlah sedang bermain drama melankolis ataupun cengeng, tapi begituah, memang kali ini aku sedang bersyahdu denganmu. Kuingat masa-masa dimana kau selalu membawakan sesuatu untukku dan bertuliskan "Untukmu kekasihku". Kau harus tahu, hal itu tak bisa hilang dari ingatanku dan rasaku. 

Sampai sekarang pun segala rasa ini tertumpu akan sosokmu yang penuh arti. Kala ku sedang rindu kepala ini, angan ini seperti sedang melukis di angkasa sana tangan ini serasa bergerak menyelaraskan garis-garis kabut menjadi bentuk yang berseni bagaikan kucing yang sedang tidur cantik. Menghiasi ruang sepi menjadi bernuansa. Kekasihku ketiadaanmu tak akan  menghilangkan adamu dalam hidupku.

Ku masuk di ruangan kerjamu. Tempat ini masih seperti dulu, saat kau masih sering manghabiskan waktumu di sini, bersih dan tertata rapi. "Di minum dulu kopinya" aku selalu mengingatkanmu untuk minum atau makan kalau kamu sedang di ruangan ini. 

Kau tersenyum dan meminumnya. So sweet. Kurasakan sepoy angin menghangatkan rasa berbalut syahdu, ku buka jendela ruangan ini yang menghadap taman rumahku. Sengaja kita merekreasinya seprti itu. "Ketika kita lelah karena menyelesaikan tugas yang dibawa ke rumah dan juga mata ini lelah setelah baca buku, alangkah baiknya kemudian melihat-lihat daun-daun hijau dan bunga-bunga bermekaran". 

Katamu waktu itu ketika menyarankanku untuk membuat taman di depan ruang kerja ini. Suaramu mengiang merdu menentramkan hati bak melihat hijaunya daun. Damai hanya dengan gambarmu di ruangan ini sampai bertahta di anganku.

Hatiku tersenyum tenang mengalun hanya dengan membaca tulisan tentangmu. Dan bahagia ketika kutahu kau disana menungguku. Kekasih hatiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun