Indonesia berada di persimpangan jalan antara mempertahankan kedaulatannya dan mengelola ketegangan regional yang kompleks di perairan geopolitik yang kontroversial di Laut Cina Selatan.Selama beberapa waktu, Laut China Selatan telah menjadi titik perhatian geopolitik di Asia Tenggara. Wilayah ini telah menjadi tempat yang sangat rentan terhadap konflik karena banyak negara memiliki klaim teritorial yang saling bertentangan, termasuk klaim China tentang sembilan garis putus-putus. Klaim-klaim ini meluas ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Koridor maritim Laut Cina Selatan yang penting secara strategis dengan kehadiran sumber daya telah menjadi titik konflik, Perairan ini memiliki kepentingan strategis yang besar bagi perdagangan internasional pada 2016 menunjukkan nilainya sebesar US$ 3,4 triliun dan memiliki potensi Seperti minyak dan gas alam (migas), yang merupakan 10% dari sumber daya perikanan dunia, cadangan migas di sana setidaknya 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kubik kaki gas alam, menurut estimasi Energy Information Administration (EIA) dan makanan laut. Akibatnya, mereka terus-menerus menjadi sorotan dan fokus konflik  di seluruh dunia.Dengan demikian, Laut China Selatan menjadi daerah yang sangat rentan terhadap konflik, yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan wilayah.
Meskipun Indonesia tidak berpartisipasi secara resmi dalam perselisihan Laut China Selatan,negara ini mendapati dirinya terlibat secara tidak langsung melalui Kepulauan Natuna utara. Kepulauan ini termasuk bagian dari ZEE Indonesia karena berada di perbatasan selatan Laut China Selatan. Sumber daya alam di wilayah ini sangat melimpah, terutama gas dan minyak, Sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok East Natuna memiliki kandungan volume gas di tempat atau Initial Gas in Place (IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf), dengan cadangan terbukti sebanyak 46 tcf. Selain itu, ada kemungkinan kandungan minyak di Natuna sebesar 36 juta barel.yang merupakan aset penting bagi ekonomi nasional. Oleh karena itu, Kepulauan Natuna utara memiliki nilai strategis yang signifikan bagi Indonesia.
Kedaulatan Teritorial, Klaim yang tumpang tindih dengan sembilan garis putus-putus Tiongkok merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kedaulatan Indonesia. Zona perairan yang diklaim China ini tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara. Tumpang tindih ini dapat menyebabkan konflik lokal dan perambahan wilayah perairan Indonesia, yang dapat menyebabkan konflik yang lebih besar.
Jika kita melihat kebelakang,Penambahan aktivitas militer dan penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing adalah beberapa bentuk ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. China sering memiliki armada nelayan yang didukung militer beroperasi di perairan Natuna. Aktivitas ini menimbulkan konflik dan kemungkinan konflik dengan penjaga pantai dan angkatan laut Indonesia. Situasi seperti ini tidak hanya menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan wilayah, tetapi juga mengganggu aktivitas ekonomi lokal dan regional.
Selain itu, situasi menjadi lebih rumit lagi karena China membangun pangkalan militer di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan (Kepulauan Paracel dan Spratly). Militerisasi di salah satu jalur perdagangan maritim terpenting di dunia meningkatkan risiko konflik bersenjata dan menimbulkan pertanyaan serius tentang kebebasan navigasi. Setiap gangguan terhadap kebebasan navigasi dapat berdampak ekonomi yang signifikan, baik untuk perdagangan regional maupun internasional.
Indonesia telah mengambil berbagai tindakan strategis untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah Indonesia telah meningkatkan patroli di perairan Natuna utara untuk mencegah ancaman dari luar. Melalui partisipasi aktif dalam forum-forum ASEAN dan berbicara dengan negara-negara tetangga, diplomasi regional juga diperkuat. Selain itu, Indonesia mengundang pers dan melakukan latihan militer di Kepulauan Natuna untuk menunjukkan kembali kedaulatan mereka. Tujuan dari langkah-langkah ini adalah untuk menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar mempertahankan kedaulatan dan stabilitas regional.
Namun, untuk mengatasi masalah ini secara efektif, diperlukan pendekatan multilateral. Melibatkan ASEAN dan mungkin juga negara-negara internasional lainnya seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa dapat meningkatkan tekanan diplomatik terhadap China untuk mematuhi hukum internasional. Selain itu, kerjasama ini dapat meningkatkan kemampuan negara-negara ASEAN dalam menjaga keamanan maritim dan mempertahankan kedaulatan mereka sendiri.
Stabilitas di Laut China Selatan sangat penting untuk keamanan dan kemakmuran regional, termasuk Indonesia. Jalan perdagangan penting yang menghubungkan Asia Timur dengan Timur Tengah serta Eropa adalah Laut China Selatan. Akibatnya, setiap konflik di wilayah ini dapat mengganggu perdagangan internasional dan mengganggu perekonomian dunia. Menjaga Laut China tetap damai dan stabil dalam konteks ini kepentingan bersama yang memerlukan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak yang terlibat.
Seharusnnya pemerintah Indonesia maupun para pemimpin Indonesia sudah menyadari Melihat kerumitan konflik laut china selatan yang semakin urgent serta memprihatinkan, Pemerintah Indonesia sangat membutuhkan strategi yang luas dan terpadu untuk mengatasi ancaman konflik di Laut Cina Selatan terhadap kedaulatan Indonesia.