Mohon tunggu...
Jufri Zal
Jufri Zal Mohon Tunggu... -

Manusia biasa yang gila menulis. Untuk melihat kumpulan artikelku bisa kunjungi blog www.jufrizal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sandal Jepit Tuk Mak

4 November 2012   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:59 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubuk mereka berlantai tanah dan tampak nyaris roboh. Ibarat pakaian, usang dan penuh tambalan. Tempat tidur kayu tanpa kasur merapat ke salah satu dinding. Tak ada kursi dan meja. Lantai dilapisi plastik hitam. Langit-langit juga berlapis plastik biru-hitam. Bila musim hujan, lantai gubuk tergenang air dan berlumpur. Gundukan sampah plastik dan kaleng-kaleng bekas berada di muka gubuk mereka. Bau busuk menyengat hidung.

***

Tiga minggu sebelum Adal diperkarakan, dia memberikan kado sepasang sandal jepit kumal untuk Limah. Tali sandal pun hampir putus, tinggal menghitung hari sandal itu akan berakhir riwayatnya. Tapi sebelum itu terjadi,  Adal memungut sandal itu dari luar pagar perkarangan rumah seseorang yang tak ia kenal.

Hatinya sangat girang. Dia bergegas mencari koran bekas dan kardus kecil dalam tong sampah. Membalut sandal jepit kumal itu menjadi sebuah kado. Lalu,  dia menulis “Kado Adal, Untuk Mak”.

Menjelang malam Adal berlari pelan. Sebelah tangannya memegang kado. Dia  mengikuti jalan setapak menuju gubuknya.Ibunya pun bangun dari tidurnya.   “Apa itu Adal?”  Dia hanya mengapit kedua jari telunjuk dan jari jempol membentuk simbol “love”. Kemudian memberikan kado itu untuk Maknya. Tiba-tiba mata Limah berkaca-kaca, memantulkan bayangan Adal. Perasaan terharu berkecamuk dalam benaknya.

“Mak sayang kamu,” ucapnya sambil membelai lembut rambut Adal. Jari-jari Adal  menyeka air matanya. Sesekali mengembang senyum di bibirnya. Limah tak bisa berkata-kata lagi. Memeluk. Mencium kening Adal. Sebentar kemudian Limah membuka kado itu pelan-pelan. Isinya sepasang sandal jepit. Dia makin menangis tersedu.

Adal langsung membantu mengenakan sandal jepit itu.  Borok masih membekas di telapak kaki Limah.  “Adal. Mak tahu, kamu pasti tak tega melihat telapak kaki Mak terluka lagi,” kata Limah dengan mata berkaca-kaca. Adal cuma menganggukkan kepala.

***

Pernah suatu ketika, mata hari sangat terik. Hembusan panas terasa memanggang jalan beraspal. Limah bertelanjang kaki menyelesuri sudut-sudut kota. Merangkul karung goni di pundaknya. mata yang awas mengintai setiap jalan yang dilewati.

Menghentikan langkah sejenak memungut kaleng, kardus bahkan kertas yang tak lagi terpakai. Lalu kakinya kembali menyapa sudut-sudut kota.

Menjelang magrib seraya memegang kayu penyangga, ia berjalan tertatih-tatih kembali ke gubuknya. Telapak kakinya melepuh seperti terbakar. Ada luka menganga juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun