Relasi antara agama, filsafat, dan sains merupakan topik yang sering kita dengar. Pernyataan ini tampaknya didasarkan pada premis bahwa agama dan filsafat dan sains saling bertentangan. saya ingin menunjukkan bahwa hubungan itu sebenarnya baik-baik saja, Dengan menjelaskan narasi sebagai berikut:
Pertama, kita harus memahami dua jenis pengetahuan. yakni Pengetahuan Ilahi dan pengetahuan basyari. Pengetahuan Ilahi adalah pengetahuan yang berasal dari Tuhan dan disampaikan melalui agama, sedangkan Pengetahuan Basyari adalah pengetahuan yang berasal dari manusia dan disampaikan melalui akal, panca indera, hati, atau intuisi  dan misinya adalah untuk menemukan kebenaran, baik kebenaran agama maupun kebenaran hukum alam, yang kemudian disebut sebagai ilmu manusia dikarenakan ada banyak disiplin ilmu yang dilahirkan oleh manusia dan penamaan disiplin itu bergantung kepada objek kajiannya.
Tetapi, secara sederhana Saya ingin kategorisasi menjadi dua kategori dan dua kategori ini bukan dua hal yang bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan dikarenakan hanya sekedar penyederhanaan masalah; Ada ilmu-ilmu manusia yang tergolong ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu manusia yang tergolong ilmu-ilmu non-agama.Â
Terciptanya berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu kalam yaitu ilmu fiqih, ilmu tasawuf, disebut dengan ilmu agama, yang topik kajiannya adalah agama, sebagaimana tercatat dalam Al-Qur'an dan hadits.Â
Sementara ilmu-ilmu non-agama lebih jauh dipisahkan ke dalam berbagai bidang, ilmu-ilmu alam berkaitan dengan alam, ilmu-ilmu sosial berkaitan dengan manusia atau masyarakat, dan filsafat berkaitan dengan bentuk-bentuk universal.
Bila kita kategorikan menurut pembagian ilmu yang telah diuraikan di atas, mengapa hubungan ilmu Ilahi dengan ilmu Basyari berupa hubungan yang harmonis, tidak kontradiktif? Karena Agama adalah sumber kebenaran, tetapi ilmu agama adalah cara untuk menemukan kebenaran baik dari agama maupun alam. jadi, ilmu basyari dapat dianggap sebagai alat untuk mengungkap kebenaran agama yang tersembunyi. Dengan demikian, tidak perlu memperdebatkan hubungan antara pengetahuan ilahi dan pengetahuan bansyari.
Namun Interaksi disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan, baik ilmu agama maupun ilmu non-agama, serta ilmu-ilmu intern agama dan ilmu-ilmu intern non-agama, memungkinkan terbentuknya masalah. Interaksi tersebut dapat dikategorisasikan menjadi dua bentuk:Â
Pertama, tidak ada hubungan antara ilmu agama dan ilmu non-agama; misalnya, ketika kita mempelajari akhirat, ilmu akhiran ini menjadi objek kajian dalam ilmu agama dan sama sekali tidak dipelajari oleh ilmu-ilmu non-agama; dengan demikian, tidak ada hubungan antara keduanya;Â
Kedua, adanya hubungan yang harmonis, hubungan yang berbeda, dan hubungan yang kontradiktif serta tidak perlu dipertentangkan. Hubungan yang harmonis ini dapat terjadi antara ilmu agama dan ilmu non-keagamaan, misalnya pada kasus penyakit yang sedang menghebohkan dunia saat ini, seperti penyakit corona, dimana pemerintah di satu sisi menggunakan ilmu agama yaitu ilmu pengetahuan, untuk menemukan bahwa penyakit ini menyebar melalui kontak fisik antara manusia yang terinfeksi.Â
Sehingga Kementerian Agama sebagai lembaga keagamaan memutuskan untuk mengurangi aktivitas keramaian seperti shalat berjamaah dan shalat Jumat, karena ini dikenal dengan kaidah menghindari mudharat daripada kemaslahatan, dan inilah yang sekarang dikenal sebagai interaksi yang harmonis antara ilmu-ilmu agama dan non-agama.
Karena objeknya berbeda, hubungan antara keduanya berbeda dan berjalan secara independen. Jadi objek penelitian agama adalah kitab suci sebagai sumber utama agama, sedangkan objek ilmu non-agama adalah alam dan wujud manusia.Â
Demikian pula di antara Intern disiplin ilmu, kalam dipelajari di bidangnya, fikih dipelajari di bidangnya, tasawuf dipelajari di bidangnya, ilmu alam dipelajari di bidangnya, dan filsafat dipelajari di bidangnya, yang kemudian Ini dikenal sebagai hubungan yang berbeda.Â
Sebenarnya tidak ada yang bertentangan antara disiplin ilmu agama dan non-agama, atau antara disiplin internal, seperti kalam, fiqih, dan tasawuf atau ilmu alam, ilmu sosial, dan filsafat. Yang membuat seolah-olah hubungan antara ilmu-ilmu agama dan non-agama saling bertentangan adalah cara berpikir masing-masing orang yang terlibat dalam penelitian ini.
Dengan demikian. Tidak ada kontradiksi logis antar disiplin ilmu karena masing-masing beroperasi di dalam domainnya sendiri, seolah-olah interaksi antara bidang ilmiah melanggar sudut pandang yang bersangkutan.Â
Jadi sosiolog berbeda dengan filosof, sainstis berbeda dengan ahli kalam, serta ahli fiqh dan tasawuf berbeda dengan ahli kalam. Unik, tapi tidak bertentangan, dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Itulah sebabnya saya percaya ilmu ilahi dan ilmu basyari hubungannya harmonis, yang mungkin problematis adalah antar displin ilmu manusia, baik antar ilmu agama dengan ilmu non agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H