Pada Rabu (13/11), saat Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, noda hitam kepolisian diungkap. Setidaknya ada dua pernyataan yang mendukung itu, yakni:
Pertama. Presiden Joko Widodo buka-bukaan bahwa ia kerap mendapat laporan mengenai banyaknya oknum polisi dan jaksa yang melakukan pemerasan kepada pelaku usaha.
"Saya sampaikan ini secara terbuka pada kesempatan ini. Yang kerjaannya memeras para pelaku usaha, saya dengar banyak sekali," kata Joko Widodo
Kedua. Di sela-sela pernyataan mendukung pembangunan, Kepala Kepolisian RI Idham Azis mengungkap bahwa selama ini ada Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) minta proyek kepada Kepala Daerah. Soal ini, Kapolri tidak main-main soal. Bila ada yang terlibat, bakal diganti. Berikut pernyataannya;
"Dan juga bukan rahasia umum banyak juga kapolres itu kalau dia minta proyek. Nah ini bagian dari masalah ini, terjadi konspirasi. Kalau dia begitu, gubernur, walikota silahkan hubungi saya, nanti saya carikan pemain cadangan," kata Idham Azis
Dari kedua pernyataan itu, setidaknya ada dua momok kepolisian  terungkap. Yakni "peras pengusaha", dan "minta proyek". Apakah ini benar adanya?
Tentu saja pernyataan itu benar. Jikalau disampaikan orang/lembaga yang tidak berkompenten barangkali diragukan keabsahannya. Tapi ini langsung dari Presiden dan Kapolri. Tidak diragukan lagi.
Pernyataan serupa sama sekali  tidak diperoleh semasa Kapolri di jabat Tito Karnavian. Bahwasaannya ada bobrok di internal kepolisian sendiri. Dan ini harus ditegasi. Perlu ada langkah tegas dari Presiden dan Kapolri, tidak boleh didiamkan.
Kepolisian merupakan mitra pembangunan yang seyogyanya digandeng, terkhusus bagi daerah otonom. Hal ini ditegaskan Idham Azis sehubungan dengan upaya kepolisian untuk mendukung visi pembangunan pemerintah. Tak hanya di pusat, juga di daerah.
Karenanya, para kepala daerah diingatkan Idham Azis untuk menjaga komitmen mereka dalam melaksanakan pembangunan yang bersih dan profesional. Bupati, wali kota, hingga gubernur  didorong agar menggandeng Kapolres di wilayah masing-masing untuk menjadi pengawal pembangunan daerah.
Namun, dukungan Kapolri atas visi pembangunan Jokowi tentu tidak berjalan maksimal. Bilamana aparat masih melakukan hal-hal yang bisa saja menghalangi pertumbuhan investasi dan pembangunan di daerah.
Kapolri perlu bertindak tegas. Jangan sampai kepercayaan publik (public trust) tidak merosot terhadap internal kepolisian. Hal ini bisa menghambat upaya pencegahan dan penegakan hukum dari pihak kepolisian.
Tentu saja publik juga adalah mitra terkait kedua hal tersebut. Barangkali menegaskan penegakan etika terhadap anggota kepolisian, bisa dijadikan sebagai salah satu upaya mempertahankan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Apa itu Etika Kepolisian?
 Menurut Kunarto ( 1997;91), etika kepolisian adalah serangkaian aturan dan peraturan yang ditetapkan untuk membimbing petugas dalam menetukan, apakah tingkah laku pribadi benar atau tidak.
Rangkuman etika yang dimaksud telah dituangkan dalam UU Nomor 2 tahun 2002 pasal 34 dan pasal 35. Pasal --pasal tersebut mengamanatkan agar setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian bhayangkara Negara seutuhnya.
Secara profesi, etika tersebut terbagi atas tiga hal:
Pertama, etika pengabdian. Merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Kedua, etika kelembagaan. Merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.
Sedangkan yang ketiga, etika kenegaraan. Yakni komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berangkat dari ketiga hal tersebut, maka seyogyanya kepolisian wajib mengabdikan dirinya sebagai alat negara penegak hukum. Bukan bertindak diluar tupoksinya, apalagi melakukan sesuatu hal yang tidak sesuai etika profesi kepolisian.
Tugas dan wewenang kepolisian bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga Negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Polri harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian dalam sikap dan perilakunya.
Tugas kepolisian yang dimaksud  telah diatur dalam Pasal 13 Undang -- Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Polri memiliki tugas; Memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Di tangan Idham Azis-lah, warwah kepolisian etis. Bukan sekedar menyatakan, tapi ditegasi!
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H