Jadi PNS. Kiranya inilah cita-cita hampir setiap orang di Indonesia. Bukan berniat meng-over genelisir. Setidaknya, harapan ini tercurahkan ketika orang tua mengutus untuk kuliah.Â
Saya pun demikian. Karenanya, usai studi, pasti harap-harap ketiban seleksi tes CPNS.
Seleksi CPNS sedemikian urgen. Bukan hanya soal untuk peroleh kelayakan hidup, sebagaimana layaknya abdi negara (PNS), melainkan menyentuh ranah yang paling privasi. Soal jodoh.
Ada yang ditolak jadi mantu gegara belum PNS. Ya, urgen memang kan. Betapa tidak, calon pasangan yang telah di idamkan, justeru tertolak, dan jadi milik orang lain. Ada juga yang dicerai paksa mertua, anaknya barusan lulus tes CPNS, sementara suaminya masih nganggur.
Sederet cuplikan kisah adalah fakta. Betapa seleksi CPNS jadi harapan, sekaligus momok mengerikan. Banyak diantara kita terperangkap asumsi, bahwa PNS adalah jalan hidup satu-satunya. Padahal masih banyak yang terbukti mujur nasibnya, tanpa jadi PNS.
Tahun ini seleksi CPNS kembali viral. Hampir setiap hari orang berkerumun dan berkabar, semua berbincang soal ini. Media pun ramai menyajikannya.
Barangkali seleksi CPNS adalah satu diantara kiat pemerintah untuk mengurangi  sekian persen pengangguran. Per Agustus 2018, pengangguran kita capai 7 juta jiwa. Ini berkorelasi kuat dengan 4 juta pelamar CPNS di tahun yang sama. Kendatipun perbandingan statistik tersebut belum tentu imbang. Dikarenakan para pelamar formasi CPNS, adalah mereka yang tumbuh dari strata pendidikan.
Di samping itu, dimungkinkan ini bisa jadi bangkit dari kemungkinan tenaga abdi yang dianggap minim. Dari laman resmi BKN (bkn.go.id), per Juni 2019 ada 4 juta lebih jumlah PNS di negara kita. Jumlah ini tersebar dari berbagai klasifikasi abdi negara. Apakah jumlah ini masih kurang?
Jelasnya, pemerintah harus siap-siap 'merogoh' anggaran. Keberadaan PNS menjadi beban tersendiri bagi pos belanja. Pada 2019 belanja negara mencapai Rp 2.46,1 triliun. Naik sekitar Rp 250 triliun dari tahun sebelumnya.
Adapun untuk belanja pegawai mencapai Rp 381,3 triliun pada 2019. Sementara pada 2018, tercatat Rp 345, 4 triliun. Belanja pegawai digunakan untuk membayar gaji PNS dan tunjangannya. Info ini diakses dari laman berita cnbcindonesia.com.
Memang sih belanja pegawai masih lebih rendah di antara negara ASEAN lainnya. Tapi alangkah bijaknya, pemerintah membuka ruang alternatif, sebagai kiat mengurangi statistik pengangguran.
Berdasarkan data GFS IMF dan WGI World Bank (2016), besaran belanja pegawai di Indonesia masih di bawah negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Apalah daya, seleksi CPNS sulit dihentikan. Tiap tahun lulusan kampus makin membengkak. Tapi setidaknya pemerintah perlu mencermati beberapa hal, yakni;
Pertama. Besaran belanja pegawai  harus berkorelasi positif terhadap kontrol korupsi yang lebih baik. Pemerintah perlu memberi upaya dan perhatian soal ini. Diantaranya. mendorong birokrasi agar bekerja efektif dan efisien.
Kedua. Diketahui, pada 2020 capaian pertumbuhan ditargetkan sebesar 5,3-5,6%. Olehnya, konsumsi pemerintah perlu dijaga. Belanja pegawai harus didorong agar berkorelasi dengan kontribusi yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi. Sehingga anggaran belanja tidak terlalu dibebani seiring efisiensi belanja barang.
Lalu untuk urusan jodoh? Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H