Sebenarnya 'pelakor' alias perebut laki orang bukan kabar yang penting-penting amat. Juga bukan hal baru.
Istilah pelakor ramai usai salah satu netizen mengupload video ke medsosnya. Dalam video, tampak seorang wanita melabrak terduga pelakor.
Si terduga dihujani hujatan. Tak puas disitu, si pelabrak juga mengganjar terduga dengan uang yang terbilang banyak.
Sekian disitu. Ada dua hal kenapa pelakor begitu kekinian. Apa itu?
Pertama, diunggah di media sosial
Kedua, kejadiannya tak biasa. Karena terduga pelakor 'diguyur' uang banyak oleh pelabrak yang viral dipanggil Ibu Dendy. Ia diduga sebagai penguras harta suaminya.
Kedua hal itu yang membuat pelakor begitu viral. Meski, sekali lagi, ini bukan hal pertama terjadi di negeri ini. Begitu banyak kasus perselingkuhan yang terdengar.
Tapi rasanya sungguh tak etis jika video seperti itu diunggah. Lalu dikonsumsi orang banyak. Sama saja mengumbar aib orang lain.
Bayangkan bila anda berada di posisi pelakor. Barangkali kebenarannya jadi pelakor belum valid. Anda langsung dilabrak, dan dihujat. Lalu direkam dan diviralkan. Tentu sakit bukan?
Melihat sejenak video itu, saya membayangkan betapa si terduga alami depresi. Betapa ia bakal merasa terpinggirkan dalam dunia sosialnya.
Era digital memang tak selalu menguntungkan. Hampir setiap momen unik diunggah. Tanpa pertimbangan logis. Hanya sesumbar mengejar sensasi.