Mohon tunggu...
Jude Ethan Maail
Jude Ethan Maail Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang pelajar yang senang bermain sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teks Tanggapan dari "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris"

22 Mei 2023   20:41 Diperbarui: 22 Mei 2023   20:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam artikel "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" yang ditulis oleh Bapak Ari Indarto menyampaikan bahwa Gus Dur, Presiden ke-4 Indonesia merupakan seorang yang humoris. Seringkali dalam pidatonya Ia menyampaikan cerita-cerita pendek lucu yang diceritakan dengan tujuan mengkritik pemerintahan Indonesia itu sendiri. Menurut saya ini sangatlah menarik, karena di zaman sekarang, sudah jarang ditemukan seorang presiden atau siapapun yang berani mengkritik sistem pemerintahannya itu sendiri dan menghibur para masyarakat juga secara bersamaan. Selain itu, menurut saya gaya berbicara Gus Dur jika masih digunakan sampai saat ini oleh tokoh lain mungkin akan mengundang ketertarikan anak muda terhadap dunia politik.

Teks anekdot merupakan cerita pendek lucu yang dibuat dengan tujuan untuk mengkritik pihak tertentu atau orang penting tetapi juga untuk menghibur pembacanya. Biasanya kritikan yang terdapat pada teks anekdot berupa sindiran-sindiran halus, tetapi juga bisa berasal dari pengalaman-pengalaman tidak biasa yang dialami oleh penulis. Teks anekdot ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini berpotensi untuk dijadikan bahan lelucon.

Salah satu contoh anekdot yang Gus Dur sampaikan adalah ketika Gus Dur yang pada masa itu diawasi banyak intel, sedang menghadiri forum dengan para kiai kemudian mengatakan "Nanti kita diskusinya dalam bahasa Arab, karena di sini ada intel." Lalu setelah intel itu kembali dan melaporkan kepada komandannya. "Tadi membicarakan apa?" dan intel menjawab "Tidak ada diskusi komandan, para kiai itu hanya saling mendoakan." Pada contoh teks anekdot ini, kita dapat melihat letak leluconnya adalah pada saat Gus Dur benar-benar menggunakan bahasa arab saat berbicara dengan para kiai untuk mengelabui para intel. Kemudian letak kritik pada teks anekdot ini adalah kecerdasan para intel pada masa itu yang kurang menguasai semua bahasa untuk memata-matai targetnya.

Selain digunakan untuk menghibur pembacanya, apa sebenarnya tujuan utama dari suatu teks anekdot? Tujuan dominan yang terdapat pada teks anekdot sebenarnya adalah untuk mengkritik secara tidak langsung dan berasal dari pengalaman tidak enak atau kebencian seorang penulis. Kemudian fungsi kedua atau fungsi sekunder baru untuk menghibur pembacanya. Namun ketika seseorang membaca sebuah teks anekdot, seringkali yang disadari adalah bagian humornya dan seringkali bagian kritik yang disampaikan secara tidak langsung sulit ditemukan. Hal tersebut mungkin terjadi karena memang pada saat pembaca membaca sebuah teks anekdot, mereka cenderung mencari hiburan daripada pesan kritis dari seorang penulis.

Teks anekdot dapat kita hubungkan dengan peristiwa yang sering terjadi di sekitar kita. Contohnya adalah ketika kita memiliki masalah dengan orang tertentu, mungkin kita memikirkan untuk melakukan konfrontasi kepada orang tersebut. Namun nyatanya, kita tidak harus menyalurkan semua permasalahan ke hal yang negatif, mengapa tidak mengambil sisi positifnya? Alternatif yang bisa kita ambil yaitu mengubah rasa kesal itu menjadi bahan lelucon yang secara tidak langsung juga menyindir orang itu, hal itu bahkan juga sudah sering kita gunakan. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita biasa menyebutnya "sarkasme". 

Dari sosok Gus Dur yang suka menyampaikan cerita anekdot lucunya itu, kita dapat menyadari bahwa beliau memiliki banyak sekali pengalaman tidak menyenangkan yang justru Ia sampaikan dengan lelucon. Namun walaupun tujuan utamanya untuk mengkritik, Ia tetap bisa menghibur masyarakatnya sekaligus memperbaiki hal yang kurang dalam sistem pemerintahan Indonesia ini. Kita juga dapat belajar dari Gus Dur bahwa sebaiknya kita menyalurkan energi kebencian ini ke hal yang dapat menghasilkan tawa dan kesenangan di antara kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun