Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesunyian Natal yang Menguatkan

25 Desember 2022   11:33 Diperbarui: 25 Desember 2022   11:35 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dibesarkan dilingkungan perkampungan yang sebagian besar masyarakatnya tidak merayakan natal. Sehingga sebelum dan ketika perayaan natal berlangsung, sepertinya hanya menjadi milik kami, kalangan yang sangat terbatas. Sehingga ada yang atau tidaknya ucapan selamat natal, sama sekali tidak menjadi sesuatu yang ada dalam pikiran saya.

Mengenakan pakaian baru saat natal atau menerima kado, sama sekali tidak menjadi kebiasaan dalam keluarga saya ketika itu. Bahkan saya selalu dibelikan baju baru pada saat lebaran untuk berkeliling silaturahmi ke penghuni kampung. Tidak ada perbedaan penerimaan, meski saya sebenarnya tidak merayakan lebaran. Bahkan karena orang tua saya dituakan di kampung tersebut, beberapa keluarga juga datang ke rumah saya untuk bersilaturahmi.

Perayaan natal di kampung, diadakan secara bersama antara gereja katolik dan protestan yang ada di sana, dengan sangat sederhana. Itupun jumlahnya tidak lebih dari duapuluh kepala keluarga, diantara ratusan atau bahkan mungkin ribuan kepala keluarga yang ada. Sangat-sangat sedikit, tetapi meski ditengah situasi demikian, kami tidak pernah merasa terasing.

Di antara para jemaat yang merayakan natal, kami juga tidak ada keharusan untuk saling mengunjugi seperti halnya hari raya. Karena pada hakikatnya, dalam keseharian kami senantiasa saling berinteraksi. Bahkan  sudah seperti ada pertautan keluarga. Sehingga saat natal, tidak ada kue atau hidangan khas yang tersedia, seperti layaknya kami merayakan hari raya.

Tidak ada hiasan natal seperti yang bisa ditemui di rumah-rumah keluarga Kristen di tempat lain. Satu-satunya tempat yang kami hiasi dengan dekorasi natal adalah gereja. Di tempat itulah, saya menemukan suasana natal. Mulai dari dekorasi, kesibukan dan perayaannya.

Semua kenangan itu, telah berlalu puluhan tahun, tigapuluh tahun lebih. Natal tanpa hingar bingar, hanya kesunyian, namun ternyata itu semua membekas di kepala saya. Ada hal-hal yang tidak tergantikan di sana. Meski kini di tempat lain, saya  merayakan natal seperti halnya orang lain. Ada kue natal, baju natal, perayaan natal yang meriah, juga pernak-pernik natal di rumah. Saya bahagia dengan ini semua, tetapi pengalaman yang pernah saya jalani juga tidak kalah memberi arti kebahagiaan buat saya. Memikirkannya, itu membuat saya selalu merindukan suasananya.

Kesunyian natal kala itu, adalah pengalaman berarti buat saya, karena disanalah saya "menemukan bayi Yesus", yang kemudian mengokohkan keyakinan saya pada-Nya pada perjalanan hidup selanjutnya. Ketika meninggalkan kampung, merantau ke berbagai kota, dengan beragam budaya dan keyakinan yang saya temui, itu tidak membuat saya shock. Bahkan  menikmatinya.

Natal bagi adalah pertemuan pribadi saya dengan sang juruselamat, bukan hanya hari raya yang harus dirayakan. Bahkan seandainya pun saya harus merayakan dalam kesunyian dan sendiri, saya pernah mengalaminya. Selamat Natal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun