Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terprovokasi NATO, Putin Balas Sandera Ukraina

3 Maret 2022   07:13 Diperbarui: 3 Maret 2022   07:18 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: AP PHOTO/SERGEY GUNEEV

 

Tingkah polah NATO, di mata Putin teramat sangat menjengkelkan.  Sok jagoan, tengil, menguji kesabaran. Lama ia berusaha mentolerir, tetapi tidak untuk kali ini.

Kekuatan NATO menurut Rusia memang ancaman serius. Mereka bisa menjadi kekuatan Super Power yang mengatur langgam dunia, di berbagai bidang kehidupan. Mulai ideologi hingga ekonomi. Meski orientasi mereka adalah keamanan.

Suara Rusia tentang banyak hal dalam percaturan internasional, seringkali tak digubris. Padahal bagian penting dalam pergaulan internasional. Inilah yang membuat Putin resah. Kekuatan dunia tidak lagi berimbang. Segalanya bisa hanya menjadi kehendak Barat. Ibaratnya, Rusia adalah negara adikuasa yang termarjinalkan.

Keresahan itu semakin menjadi-jadi ketika tetangga terdekatnya, yang selama ini dianggap saudara, ternyata mulai berani main mata. Bersahabat karib dengan musuh-musuh Rusia. Sepertinya Rusia mulai merasa terluka dan dikhianati. Apalagi, niatan mereka (Ukraina) untuk menghadirkan musuh utama Rusia persis di perbatasan. Bisa jadi ini dimaknai sebagai sebuah penghinaan dari seorang teman.

Dalam berbagai media dinyatakan, bahwa bergabungnya Ukraina ke NATO akan membuat NATO membangun pangkalan militernya di negara tersebut. Jika itu mulus terjadi, sama saja, Rusia membiarkan musuh bersiaga di depan gerbang. Sangat membahayakan bagi kepentingan Rusia. Ukraina, sahabat lama itu, kini sedang memprovokasi. Semestinya Ukraina tahu bagaimana sikap Rusia di era Putin terhadap NATO. Atau memang masa bodo.

...

Putin sebagai pemimpin  rakyat dan kepentingan Rusia, tidak tinggal diam. Ia menggertak, tegas menolak Ukraina bergabung dengan NATO. Bukan hanya itu, gertakannya ia wujudkan dengan pengerahan besar-besar pasukannya di perbatasan dengan dalih latihan perang bersama Belarusia.

Ukraina bergeming, karena mereka yakin gertakan Putin barangkali tidak sungguh-sungguh. Terlebih ada pertalian kekerabatan diantara kedua bangsa. Meski tahu maksud Putin, Barat justru menyoraki dari luar arena. Tak segera menghentikan langkah dengan sesuatu yang lebih serius, kecuali menekan.

Tetapi Putin serius, meski Ukraina membatalkan niatnya bergabung NATO, strategi invasi telah  diinstruksikan. Perang benar-benar pecah, Ukraina tak benar-benar siap. Karena selama ini, NATO-lah yang sedang digertak Putin, bukan Ukraina, meski telunjuk Putin diarahkan kepada mereka.

Putin, terprovokasi. Jika invasi adalah pelanggaran, Rusia telah melakukannya. Mereka tidak lagi dapat menahan diri. Benar saja, peluit, bendera pelanggran dan kartu kuning, bahkan merah, mengarah dan menuding Rusia sebagai pelaku utamanya. Sanksi berjatuhan dari mana-mana, bahkan dunia olahraga dan sosial media. Semua ramai-ramai mengisolasi Rusia.

Terdesak, karena perlawanan tidak seimbang, Ukraina berteriak, ternyata NATO tak lantas ikut turun main di arena. Karena sepertinya mereka membaca permainan Rusia.

Terlanjur basah, sudahlah bermain total saja, begitulah kira-kira,  tidak lagi perlu ada aturan. Sehingga kelak tidak ada yang perlu diadili atas pelanggaran tersebut. Tetapi sejauh ini, NATO masih bermain aman. Mereka tetap saja sebatas memprovokasi, tapi di luar lapangan. Terjebakkah Putin?

....

Bagi Rusia, saat ini Ukraina adalah sandera untuk melawan kekuatan Barat. Sebagai sandera, bagaimanapun Ukraina akan menjadi negara yang porak-poranda, meski bukan lawan sesungguhnya bagi Rusia. Tetapi alat, bagaimana tawar menawar dapat dilakukan. Kepentingannya jelas bukan menguasai  dan itu berulangkali disampaikan petinggi Rusia.  

Satu hal yang terluput dari perhitungan Putin adalah luka rakyat Ukraina. Barangkali petinggi Rusia tidak sepakat dengan kebijakan Pro Barat Zelensky, tetapi dia adalah pilihan rakyat secara demokratis. 

Bisa saja Putin tidak ingin ia berkuasa, tetapi invasi bukanlah cara yang manis untuk menumbangkannya. Karena rakyat yang tidak terlibat dan tidak bersalah justru menerima akibat yang tidak seharusnya. Ini akan melahirkan semangat perlawanan. Karena mereka tahu untuk apa seandainya kelak mereka mati, membela kedaultan negara. Sesuatu yang barangkali tidak dibawa oleh tentara Rusia.

Bagi rakyat Ukraina dan juga Rusia, mereka tidak sedang bermusuhan. Sebagian dari mereka percaya, apa yang kini terjadi bukanlah benar-benar kehendak rakyat Rusia. Tetapi Putin, mengingat besarnya demonstrasi dan petisi yang ditanda tangani. 

Mereka, rakyat Rusia tahu, NATO-lah yang memprovokasi, tetapi perang melawan Ukraina, bukanlah solusinya. Termasuk dalam beberapa video yang diunggah, betapa galaunya tentara Rusia di Ukraina itu. Mereka juga ingin pulang, dan ngopi-ngopi seperti biasanya.

Genderang perang sudah terlanjur ditabuh. Pertikaian sudah melahirkan dendam. Tidak ada jalan untuk mundur.  Apa yang dilakukan Putin sekarang adalah balas memprovokasi, memamerkan nuklirnya, supaya pihak lawan benar-benar bertarung di arena. 

Hal yang tidak perlu dilakukan jika hanya untuk memburu Zelensky. Ia berharap, NATO ikut perang tanding bukan hanya sebagai pemandu sorak di luar lapangan. Putin tidak ingin menanggung beban sejarah sendirian. Sayangnya NATO tetap saja masih diluar garis batas arena.

 Ini sepertinya membuat Putin gusar, mereka yang tidak berdosa sudah terlanjur bergelimpangan. Sandera sudah babak belur, Putin sudah tidak bisa mundur. Melepas atau tetap menyandera, kini poinnya jadi sama saja. Perekonomian sudah ditekan, ia terlanjur dikecam, bahkan oleh sebagian rakyatnya sendiri.  Begitu kira-kira perhitungannya. Lantas bagaimana selanjutnya, kita tunggu saja.

Namun saya berharap, semoga, semua segera sadar, bahwa perang ini tidak akan benar-benar mengubah  dunia. Masih sama, bulat-bulat juga. Dan dibulatan yang sama itulah, kita semua tinggal. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun