Alina berhenti. Padahal kosnya masih perlu banyak langkah lagi. Ini mirip seperti satu bagian dari scene sinetron ketika para pelokannya ingin saling berbicara. Atau Alina juga sedang membawaku pada suasana sinetron-sinetronan. Aku sempat juga tergelak, tetapi hanya dalam batinku saja. Jangankan Alina, telingaku pun tidak mendengarnya. Intinya, sedang banyak tanya di kepalaku. Karena dia tidak hanya mengajak langkahku berhenti. Tetapi juga menatapku lekat. Sesuatu yang selama ini ingin kuhindari. Jujur aku tidak kuat menatap pesonanya.
"Kok begitu mas?"
Alina melihatku kebingungan. Pasti ekspresi wajahku kelihatan begitu ketika ia menatapku. Aku tidak berani bilang mukaku sedang merona. Itu tidak mungkin terlihat dengan kulit gelapku ini. Apalagi temaramnya lampu tidak akan cukup membuatku terlihat begitu. Â
"Mas, aku mau  bilang. Dimataku, kamu dengan semua hal yang kamu lakukan, itu  seksi."
Gleg ! Itu bunyi dari bagian dalam mulut, seperti ada yang tertelan. Begitu dalam cerita-cerita novel yang kubaca. Kira-kira begitu juga aku mengekspresikan apa yang terjadi. Alina benar-benar membuatku mati kutu. Demonstran yang sering berdiri sambil berteriak lantang itu terkulai dalam satu kata, seksi. Amboi, aku mulai membaca masa depanku. Bagaimana menurutmu pembaca?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H