Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sukarela Belajar Buah dari Merdeka Belajar yang Bikin Tergagap

25 Mei 2020   10:01 Diperbarui: 25 Mei 2020   09:52 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi, belum jelas kapan akan berakhir. Artinya, proses bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah masih akan berlangsung yang entah sampai kapan. Meski pemerintah dan sebagian kalangan sudah menyampaikan istilah, "New Normal", tetapi saya yakin masing-masing pihak memiliki tafsirnya sendiri.

Praktiknya bukan sekedar, hidup sehat dengan cuci tangan, jaga jarak dan pakai masker. Tetapi juga banyak aspek lain, yang saya yakin jauh lebih ribet, karena merupakan bentuk lahirnya kebudayaan baru, yang pada beberapa aspeknya bahkan harus mengingkari kebudayaan sebelumnya yang sudah berlangsung turun temurun. Ini tidak hanya menyangkut soal praktiknya di lapangan, tetapi juga melibatkan pola pikir yang telah dan akan dibangun kemudian.

Seperti misalnya, bersalaman, bahkan dengan cium tangan di beberapa daerah, sebagai bentuk cinta dan hormat pada sosok yang dituakan. Kumpul-kumpul, sebagai masyarakat yang menegaskan bahwa hal tersebut adalah bagian penting dari silaturahmi. Sesuatu yang dijunjung tinggi oleh kebuyaan kita. Saya yakin masih banyak contoh lain. Dan hal-hal seperti itulah, yang nanti akan kita revisi atau bahkan sudah kita revisi dan jalani di era pandemi ini.

Bagi guru seperti saya, apa yang harus saya kerjakan? Mengingat,  guru tidak hanya sosok yang menyampaikan materi pelajaran, tetapi berperan menanamkan  nilai-nilai dalam kehidupan. Sementara nilai-nilai itu sedang bergerak dinamis dan belum menemukan bentuk bakunya kembali. Sedangkan mengenai materi pelajaran, guru masih harus berjibaku mencari pendekatan yang paling tepat.

Guru yang tanggungjawab profesionalnya sebagai pens-tranfer ilmu pengetahuan, kini ditantang tidak hanya bagaimana menyampaikan materi pelajaran. 

Jika hanya itu, barangkali praktik yang selama ini dilakukan sudah menjawab kebutuhan tersebut. Berbagai media digital memfasilitasi kepentingan tersebut. Bahkan, efeknya sudah diungkap oleh KPAI, anak kelebihan beban. Barangkali gurunya sangat bersemangat. Namun ada hal yang perlu dipikirkan, bukan hanya materi dapat disampaikan, tetapi siswa secara sukarela mempelajari materi yang disampaikan.

Sukarela menurut saya menjadi kata kunci, sebab belajar di rumah, dalam banyak hal, siswa harus melakukan aktifitas belajar mandiri. Kecuali, jika ada kebijakan melibatkan orang tua dalam setiap proses Kegiatan Belajar Mengajar dan pasti juga itu akan menjadi ajang konflik baru. Orang tua dalam pendampingan siswa memang harus, tetapi perannya tidak  seperti guru di sekolah, terkait dengan soal transfer pengetahuan. Kecuali dalam Pendidikan norma, orang tua justru  sebagai garda terdepan.

Sepertinya Pak Menteri Pendidikan benar-benar dapat membaca zaman, karena ternyata siswa kini benar-benar dibawa ke situasi "merdeka" dalam belajar. Merdeka tanpa tekanan proses yang barangkali tercipta jika dia berada di kelas. Teguran guru, kompetisi dengan teman sebaya, dan masih banyak hal lain  terkait kehidupan social. Merdeka, karena siswa menentukan sendiri bagaimana ia harus belajar, mencari kondisi yang paling nyaman bagi dirinya sendiri. Tetapi, apakah dia juga masih memiliki kemerdekaan dalam mempelajari setiap materi pelajaran? Itu hal lain lagi.

Era pandemi, siswa memang harus terus belajar. Karena meski tidak ke sekolah, mereka juga sedang tidak berlibur. Sekolah tetap berjalan, cuma ruang belajarnya saja yang dikoreksi. Dunia virtual yang barangkali selama ini dianggap "musuh" sekolah, kini harus digauli. Tidak sedikit guru yang gagap, pun demikian dengan siswa. 

Biasanya mereka bahagia ketika bertemu dengan perangkat digital, karena game, tik tok an, nonton, kini harus berkutat dengan soal-soal Matematika dan Fisika. Media hiburan begitu awalnya mereka melihat perangkat digital, kini seperti melihat tumpukan buku yang berisi rumus-rumus Kimia. Padahal masa-masa pandemi, tidak boleh stress agar imun tetap terjaga.

Maka menghadirkan materi pelajaran seperti halnya aplikasi tik tok, game atau aplikasi yang bikin happy lainnya adalah keniscayaan. Aplikasi pembelajaran memang telah banyak diciptakan oleh dunia Pendidikan, bahkan dalam bentuk-bentuk game, tetapi juga tidak serta merta dapat diaplikasikan. Ada banyak hal, satu diantaranya karena apa yang dihidupi siswa beragam. Lucu saja berbeda, lucu di depan kelas, jadi garing banget ketika saya sampaikan lewat google meet. Ini satu kasus, banyak kasus lainnya lagi.

Di depan kelas saja, guru sulit menampilkan materi yang menyenangkan, apalagi menyangkut konsep-konsep dasar. Perlu pengkajian serius, apalagi kini menyampaikannya dari jarak jauh dengan semangat siswa benar-benar mau mempelajarinya. Bukan sekedar disampaikan dan selesai. Tetapi, mempersoalkan semua hal tersebut, barangkali saya tidak akan berbuat apa-apa sampai pandemi benar-benar selesai.

Tantangan memang harus dijawab, meski tergagap, tidak ada salahnya memulai. Berbekal keyakinan, ini akan menyenangkan, meski responnya saya belum tahu. Bikin video, bikin komik, bikin blog, menulis cerpen tentang materi, dan beberapa hal lain lagi. Ini bukan semata-mata karena saya ingin menyampaikan materi pelajaran secara virtual  belaka, tetapi siswa bersedia belajar mandiri dengan sukacita dan sukarela. Setidaknya saya sudah mencoba, respon, saya tidak akan pernah dapat mendikte alam berpikir orang lain, meski mereka adalah siswa saya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun