Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terjebak di Tengah Kerumunan

17 Mei 2020   07:30 Diperbarui: 17 Mei 2020   07:28 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika  menuliskan hal ini, saya harus berpikir keras mulainya darimana. Meski  saya tahu pasti apa yang akan saya tulis. Sesuatu yang membuat seseorang, merasa  tidak berdaya karena berada dalam kondisi tertentu. Kondisi yang awalnya secara sukarela ia tuju. 

Namun pada akhirnya membuatnya merasa “berkubang di sana” dan tidak berdaya. Bahkan tidak ada alasan atau kekuatan yang cukup untuk keluar. Akhirnya hanya pasrah berada di dalam pusarannya. Kira-kira begitulah keadaannya. Terjebak !

Ada banyak keadaan yang membuat seseorang merasa dirinya terjebak. Rutinitas pekerjaan, hutang piutang, kemacetan, atau bahkan pernikahan dan masih banyak hal lainnya lagi. Anda bisa menambahkan. 

Intinya, terdapat dua atau lebih hal yang saling tarik menarik, tidak sinkron antara harapan dan kenyataan, tetapi kita harus tetap melakukan sesuatu yang memenuhi semua hal yang tidak sinkron bahkan cenderung bertentangan itu, atas nama tanggungjawab. Sehingga pada saat itulah, kita akan bilang ; terjebak!

Anda mengendarai kendaraan, ingin cepat, sehingga Anda memilih jalan yang paling cepat dapat sampai ke tujuan. Namun, ketika Anda berada di “jalur yang benar itu” justru jalanannya macet total. Tidak ada pilihan lain, selain mengikuti arusnya. Pada saat itulah Anda terjebak kemacetan.

Anda melamar kerja. Sesuai dengan pendidikan yang Anda ambil. Sebagai pegawai, Anda melakukan pekerjaan yang sama setiap hari. Anda lelah, stress pada pilihan pekerjaan yang dengan sadar Anda lamar sendiri. Ingin berhenti, tetapi Anda tidak memiliki sandaran financial lain, padahal keluarga bergantung pada Anda. 

Berada di tempat itu, Anda harus menjalankan rutinitas yang sebenarnya mulai menggerus semangat. Pada saat seperti itulah Anda akan merasa terjebak.

Menikah, Anda pikir adalah solusi bagi kebahagiaan Anda. Hidup bersama dengan pasangan yang Anda cintai. Seiring perjalanan waktu, Anda mulai benar-benar mengenal siapa sosok yang Anda nikahi. 

Ada banyak hal yang Anda temukan tidak sinkron. Berbeda dari ketika Anda masih dibutakan oleh cinta sebelum menikah. Perbedaan yang awalnya Anda bilang berkah, kini mulai menjadi awal dari bencana. Tetapi pernikahan, “memaksa” Anda bertanggungjawab. Sebagai suami atau istri. Pada saat itu cinta dan pernikahan, terasa, menjebak Anda.

Bercermin Pada Kisah Mukjizat Lima Roti dan Dua Ikan

Ketika mencoba memahami kata terjebak dan situasi yang menjebak, saya teringat dengan kisah Mukjizat lima roti dan dua ikan. Kisah yang ditulis oleh keempat Injil dalam Alkitab. Baik Matius, Markus, Lukas maupun Yohanes. Kisah ini sangat populer di kalangan orang Kristen.

Dikisahkan setelah Yesus menerima berita kematian Yohanes Pembaptis Maka menyingkirlah Ia dan para muridnya untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. 

Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka.

Setelah mendarat di pantai, Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit.

Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena di mata Yesus, mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada mereka tentang banyak hal tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan.

Pada waktu hari mulai malam datanglah kedua belas murid-Nya kepada-Nya dan berkata: "Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan, mengingat mereka berada di tempat yang sunyi.

Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan."

Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak yang berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.

Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.

Kata murid-murid kepada Yesus: "Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?"

Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!"] Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"[

Murid-murid lain tidak mendapatkan apa-apa sehingga mereka hanya dapat menjawab: "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Mereka menambahkan, "kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini." Yesus berkata: "Bawalah ke mari kepada-Ku." 

Lalu kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Suruhlah mereka duduk berkelompok-kelompok, kira-kira lima puluh orang sekelompok."

Murid-murid melakukannya dan menyuruh semua orang banyak itu duduk. Maka duduklah orang-orang itu berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya, di atas rumput hijau.

Lalu Yesus mengambil lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat syukur, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka yang duduk di situ, sebanyak yang mereka kehendaki. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang.

Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.

Ketika semua orang sudah kenyang, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang. Maka merekapun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan, selain daripada sisa-sisa ikan.

Demikian kira-kira kisah tersebut dituliskan dalam keempat Injil. Lantas apa yang bisa dipelajari dari kisahtersebut terkait dengan kata terjebak?

Murid Yesus Pun Terjebak dan Anak Kecil Sebagai Solusi

Jika kita cermati kisah di atas, terdapat kegelisahan yang dirasakan oleh para murid Yesus menyikapi kerumunan yang antusias pada pengajaran Yesus. Terlepas dari motivasi yang membuat mereka berkerumun. Itu barangkali dapat dibahas menggunakan kontek pendekatan yang berbeda.

Kegelisahan yang sangat manusiawi. Pertama, mereka, Yesus dan para murid adalah penyebab orang-orang berkerumun. Sehingga mereka para murid Yesus merasa bahwa merekalah actor yang paling bertanggungjawab atas terjadinya kerumunan itu.

Sementara, atau yang kedua, hari sudah mulai malam, dan orang-orang tersebut belum makan malam. Padahal mereka berada di tempat yang sunyi. Jauh dari akses makanan dan sudah barang tentu penginapan, tempat mereka beristirahat.

Kegelisahan ketiga, sebagai pihak yang bertanggungjawab, mereka tidak memiliki apa-apa sebagai solusi. Dan yang barangkali cukup mengejutkan, ketika mereka mendiskusikan hal tersebut pada sosok yang mereka anggap dapat memberi solusi justru mengembalikan tanggungjawab itu ke pundak mereka para murid. Menurut saya itu benar-benar menjebak. Posisi yang membuat mereka para murid benar-benar tidak berdaya.

Tetapi tidak berhenti sampai di situ, Yesus meminta para murid memeriksa apa yang ada pada mereka, tidak terbatas hanya yang ada pada para murid tetapi juga rombongan yang lain. 

Mereka menemukan Lima Roti  dan Dua Ikan yang berasal dari anak kecil. Sosok yang bahkan dalam rombongan tersebut tidak termasuk yang dihitung. Karena dalam Injil, rombongan besar yang ikut makan adalah lima ribu orang dan dengan jelas dinyatakan ; tidak termasuk perempuan dan anak-anak. Meski sumber makanan berasal dari anak-anak. Sesuatu yang membuat saya berpikir keras untuk memahami pesan pengajaran ini.

Lantas apa yang dapat dipelajari?

Saya yakin tidak mudah mengaitkan terjebaknya para murid Yesus dengan kontek terjebak pada kehidupan masa kini. Tetapi terdapat hal-hal yang menarik untuk diperhatikan. Yaitu dasar keadaan yang membuat orang merasa terjebak dan solusi yang pada akhirnya diusulkan Yesus. Fokusnya bukan pada mukjizat yang Ia buat.

Pertama, tanggungjawab adalah poin penting yang dapat membuat orang merasa terjebak. Sebuah sikap yang sangat amat baik. Tanpa rasa tanggungjawab, saya yakin tidak ada orang yang merasa terjebak. Akan dapat dengan mudah ia meninggalkan keadaan itu, dan tidak peduli atas dampak yang dapat ditimbulkan.

Sehingga rasa terjebak lahir dari pikiran positif, karena ingin tetap melakukan tindakan positif. Menjadi berat, karena kita akan bertindak sesuai dengan apa yang semestinya kita lakukan. Artinya tidak ada yang salah dari merasa terjebak menurut saya.

Namun merasa terjebak, lambat laun akan menggerus emosi dan pikiran. Ini yang dapat berakibat buruk, baik bagi psikis maupun fisik. Tidak ada yang salah, bukan berarti membuat kita harus tetap bertahan pada perasaan itu. Karena dampaknya tidak sehat. Maka diperlukan solusi.

Kedua, kisah Lima Roti dan Dua Ikan menjungkirbalikkan logika solusi yang biasa ada dalam pikiran,  menurut saya. Karena sumber solusi berasal dari sosok yang tidak diperhitungkan, yaitu dari anak kecil. Namun sebelumnya,Yesus meminta para murid “memeriksa” apa yang ada pada mereka. Seluruh rombongan tentu saja.

Saya memahami, sebelum menunjukkan mukjizatnya, Yesus meminta para murid dan rombongan menemukan potensi yang mereka miliki. Karena itu adalah hal terpenting dari solusi yang Yesus akan lakukan. Dari apa yang ada pada merekalah Yesus membuat mukjizat. 

Ini juga dilakukan Yesus pada kisah-kisah yang lain. Artinya, mukjizat Yesus bagaimanapun bersumber pada kekuatan yang ada pada mereka sendiri, tetapi tidak mereka sadari. Anak kecil, adalah satu diantaranya.

Menariknya menjadi sebuah pembelajaran, saya rasa masih cukup konstektual pada poin tersebut. Artinya jika kita ingin keluar dari suatu keadaan yang menjebak, tidak ada salahnya, memeriksa diri, apa yang kita miliki. Karena, melalui hal yang kita anggap mustahil, bukan tidak mungkin justru dari situlah jalan keluar itu berasal. Tentu melalui pertolongan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun