Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menemukan Peluang Seandainya Pandemi Tak Kunjung Berakhir

15 Mei 2020   08:05 Diperbarui: 15 Mei 2020   08:02 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapan pandemi berakhir? Ini pertanyaan dari berjuta bahkan milyaran manusia saat ini.

Karena butuh jawaban, beberapa universitas  mengumumkan bahwa peneliti mereka sudah memprediksi kapan pandemic akan berakhir. Ada yang mengatakan Mei, akhir Juli, pertengahan Agustus, hingga akhir tahun bahkan tahun depan. Terlepas dari hasil penelitan mereka benar atau tidak, tetapi keinginan mereka, para peneliti itu dalam menghadirkan harapan sangat layak diapresiasi. Kajian ilmiahnya juga saya yakin,berdasarkan data dan masing-masing memiliki argumentasinya sendiri.

Bagi saya, sekali lagi bukan pada akurasi prediksinya. Karena data yang mereka gunakan dinamis, mereka sedang memprediksi serangan virus, sama sekali diluar daya kendali para peneliti itu. Tetapi saya melihatnya sebagai harapan, yang membangkitkan rasa optimis. Boleh jadi ini adalah cara membangun ke-berdayaan kita.

Optimisme mendorong setiap kita tetap memiliki daya untuk terus berkarya. Tanpa perasaan optimis, dunia tidak akan menarik lagi. Dipenuhi dengan sampah keluh kesah. Meski sebelum pandemic pun sebenarnya, dengan mudah sampah keluh kesah di dengar.

Idealnya, pandemic menyadarkan kita untuk mensyukuri keadaan yang pernah kita rasakan sebelumnya. Sehingga hal ini akan membuat kita lebih mudah bersyukur nantinya. Itu idealnya, tetapi setiap kita bebas menentukan sikap dan jalan pikirannya masing-masing. Tidak ada yang dapat dan diberi wewenang mengendalikan pikiran, kecuali Anda dihipnotis.

Mencoba membangun optimisme, sudah ! Lantas apalagi. Mencari sesuatu yang dapat dikerjakan dimasa-masa kritis yang bikin krisis ini. Meski aktifitas utama tetap dijalankan sebagai prioritas. Tetapi ini bukan hanya tentang saya. Sehingga tidak ada salahnya saya ikut sibuk mencari-cari. Setidaknya, saya berkontribusi di Kompasiana nantinya.  Memang tidak banyak alternative yang bisa dilakukan di tengah keterbatasan. Itu hasil dari pencarian di mesin pencari, belum tentu juga kenyataannya demikian.

Satu dari sekian tawaran aktifitas yang menjanjikan di kala pandemic ini adalah menulis. Bagi saya ini sangat menarik. Barangkali karena bersinggungan langsung dengan sesuatu yang saya suka. Manusiawi.

Kini banyak sekali perusahaan,  lembaga, kantor, sekolah yang  menerapkan kebijakan menghindari pertemuan langsung.  Baik sesama pegawai, client atau siswa. Proses pertemuan diambil alih oleh teknologi. Revolusi teknologi digital, dipersingkat prosesnya, hampir semua kalangan. Gape atau tidak dipaksa memanfaatkannya.

Kebutuhan bahasa tulisan juga ikut meningkat. Beberapa teman sempat menghubungi saya, dia minta saya untuk menyusun konsep pengumuman yang akan dia share melalui grup WA. Kalimat yang ringkas, jelas dan tidak multi tafsir. Semua pegawainya dapat memahami. Pesanan sederhana, tetapi saya baru sadar, menyusunnya butuh kecakapan. Hasil dari proses latihan. Menurutnya, saya bisa melakukannya karena sudah biasa menulis.

Revolusi digital, juga membuat puluhan bahkan lebih web, blog dan sejenisnya semakin tumbuh. Dengan konsep digital marketing. Mereka membutuhkan konten. Anda dan saya bisa mengisinya. Ini berjalan sangat alamiah, sesuai prinsip ekonomi.

Menulis, membuat kita tetap bisa melakukan PSBB, kecuali Anda tergoda, tetapi mungkin tidak karena bulan puasa. Di sisi yang lain juga, kita bisa berbagi dengan sesama, sesuatu yang dirasa penting untuk berdaya bersama. Puasanya juga semakin berkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun