Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialog Mencari Kekuatan di Tengah Pandemi

8 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 8 Mei 2020   08:55 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seleksi alam memaksa mahluk hidup  beradaptasi, jika tidak ingin tinggal kenangan. Binatang mengubah fisiknya, menyesuaikan dengan alam dimana dia tinggal. Manusia melalui isi kepalanya, menghasilkan ilmu pengetahuan, berinovasi dan memenangkan pertandingan.

Biasanya begitu! Sehinngga saya memiliki optimisme, bahwa kali inipun demikian. Meski, virus yang kini menghantui pun sebenarnya juga sedang ingin melewati proses seleksi alam itu. Mungkin juga tidak ingin punah.

Jika ingin memenangkan peperangan, pengetahuan yang masih sangat terbatas, mengisyarakatkan bahwa kita sebisa mungkin menjauhi interaksi. Sehingga tinggal di rumah, adalah satu solusi. Penyebaran virus terhenti, dan pada gilirannya nanti kita dapat beraktifitas seperti sedia kala, begitulah harapannya. Tetapi sampai kapan?

Para ahli matematika, ternyata juga mengubah-ubah prediksinya. Kejenuhan mulai melanda sebagian besar dari kita. Sebagai mahluk merdeka, tetapi kini terpenjara. Di rumahnya sendiri.

Berharap semuanya segera berlalu, jelas tidak berlebihan. Secara sekilas saya menggambarkan bagaimana film-film sekelas Holywood pun menjadikan harapan sebagai hal yang menarik. Sehingga Super Hero lahir dari realitas harapan tersebut.

Manusia butuh solusi yang mengangkat bebannya. Super Hero jawabannya, tetapi ini juga terbatas, anda dapat membacanya di sini.

Saya tidak pernah membayangkan berada dalam situasi seperti ini sama sekali. Perasaan kuatir, serba tidak jelas mendominasi. Sulit sekali melihat harapan. Meski secara alamiah hal ini membawa saya pada keadaan berserah.

Membangun relasi pada Tuhan dengan rasa yang berbeda dari sebelumnya. Juga adalah yang sangat manusiawi, karena keberadaan kita sebagai mahluk yang terbatas. Sekilas saya mengulasnya, tulisan itu saya beri judul ; Covid-19 dan Cara Mendalam Memaknai Kekecewaan

Melalui perenungan, karena bekerja dari rumah, memberi ruang pribadi sangat luas, maka bagi saya ini adalah ruang bagi pemulihan bagi diri sendiri. Bahkan, melahirkan pertanyaan-pertanyaan kritis bagi diri sendiri.

Dengan keinginan-keinginan yang masih tertunda. Menjadi penulis misalnya? Saya mencoba membahasnya di sini,  meski belum tuntas alias menemukan jawaban pasti atas kegelisahan itu.

Meski memiliki banyak ruang pribadi untuk melakukan kontemplasi, tetapi saya juga menyadari bahwa saya sedang tidak dalam posisi berlibur. Saya ini guru, dan sedang bekerja. Tentu tidak bisa meninggalkan tanggungjawab saya dalam mengajar.

Persoalan muncul, karena mengajar dari rumah adalah hal yang sama sekali baru buat saya. Penuh keterbatasan itu pasti. Hal tersebut coba saya paparkan dalam tulisan ; WFH Menyenangkan, Mau?  , Cara Praktis Mengoptimalkan Keterbatasan Fasilitas Mengajar di Tengah Pandemi , Ketika Penulis Amatiran Kerja dari Rumah dan  Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi: Catatan Seorang Guru.

Saya tidak hanya membicarakan persoalan dalam empat tulisan tersebut, tetapi juga solusi, tentu berdasarkan pengalaman yang telah saya jalani.

Sebagai hiburan, saya juga menulis cerpen fiksi ;Menemukan Pasirku Sendiri,  agar hidup bisa lebih hidup. Tidak kering dan gersang, yang pada gilirannya dapat menurunkan imunitas.

Apa yang sudah saya buat, hanyalah sebagian dari cara saya melewati masa-masa isolasi. Membangun imunitas dengan melakukan apa yang saya suka, meski sebenarnya sedang bekerja.  Semoga kita semua diberi kekuatan melewati masa-masa sulit ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun