Yesus yang dielu-elukan ketika memasuki Yerusalem, adalah sosok yang memberi harapan pada pembebasan. Tekanan dan kungkungan keadaan sebagai bangsa terjajah. Bangsa Yahudi tertekan secara politik, ekonomi dan masih banyak sendi kehidupan lain.
Sementata rakyat, tertekan tidak saja oleh penjajahan bangsa asing Romawi tetapi juga elit politik dan agama Yahudi sendiri.
Kehadiran Yesus dengan berbagai mukjizat dan pernyataan-pernyataanNya, sangat melegakan, terutama masyarakat menengah ke bawah. Dimana Yesus melalui karya-karya ajaibNya menjangkau mereka.
Yesus adalah harapan! Tetapi fakta menyatakan hal lain. Yesus justru ditangkap, diadili, bahkan berujung hukuman salib yang menyebabkan kematian. Ditangan orang-orang, atau penguasa yang selama ini juga menyebabkan kegusaran bagi mereka. Herannya tanpa perlawanan apapun.
Keajaiban, mukjizat dan pernyataan-pernyataan Yesus yang selama ini berhasil membius dan mempesona mereka tidak berarti apa-apa. Padahal pada hal-hal itulah barangkali para pengikut Yesus yakin jalan pembebasan itu akan mereka peroleh. Tapi itu semua tidak mampu melawan kekuasaan tiran, yang selama ini menekan para pengikut Yesus.
Sangat manusiawi jika perasaan para pengikut Yesus pada saat itu terombang-ambing, dan barangkali memendam kekecewaan yang sangat mendalam, termasuk pada sosok Yesus. Yang telah gagal menyelamatkan diriNya sendiri, sementara Ia menjanjikan keselamatan bagi mereka yang percaya. Sangat sulit dipahami.
Injil Lukas mencatat percakapan yang sangat gamblang dalam sebuah perjalanan murid Yesus menuju Emaus dengan "orang asing". :
Lukas 24:19-21 (TB) Â Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?"
Jawab mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami.
Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya.
Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.
Terkesan jelas bagaimana perasaan pengikut Yesus pada dialog tersebut. Sebuah harapan yang pupus. Kecewa, sedih, barangkali juga marah tapi dalam ketidakberdayaan.
Lantas apakah kehidupan berhenti pada titik itu?
Kecewaan dalam kisah perjalanan pengikut Yesus menuju Emaus, menjadi fokus mereka. Alhasil mereka gagal melihat kehadiran Yesus yang sudah dinyatakan sendiri dalam pernyataan-pernyataanNya sebelum Ia disalibkan. Padahal sosok orang asing yang bertanya dan berjalan dengan para pengikut itu adalah Yesus sendiri yang telah bangkit.