Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persatuan Bangsa dalam Bingkai Kearifan Lokal

10 Desember 2018   12:57 Diperbarui: 10 Desember 2018   12:57 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa Eropa, memulai membangun kembali peradabaannya, atas sebuah kesadaran masa lalu. Melalui apa yang mereka sebut sebagai Renaissance. Kesadaran atas tradisi yang selama berabad-abad silam memberi energi pada dunia berpikir bangsa Eropa. Tanpa ragu, mereka "memungut" kembali apa yang telah lama mereka abaikan. Sesuatu, yang dalam kehidupan beragama di Eropa saat itu dianggap bertentangan dengan iman.

Tokoh agama Eropa di masa Renaissance dan setelahnya, berhasil mempertemukan, dan kemudian secara perlahan mencoba mensinkronkan antara iman dan tradisi Eropa. Mereka tidak lagi mengukur tradisi dan pemikiran yang berkembang secara hitam putih dengan teks-teks kitab suci. Tetapi memberi ruang tafsir, mengkaji  kondisi faktual secara konstektual. Kitab suci tidak lagi menjadi alat untuk mengadili zaman, namun sumber nilai yang keberadaannya selalu aktual.

Kesadaran berpikir yang tidak mengabaikan realitas atau pemikiran-pemikiran sebelumnya ini akan kokoh. Prof. Nurcholish Madjid mengandaikan pemikiran seperti itu seperti sebuah pohon. Beliau mengatakan, pohon baik akarnya menghunjam ke dalam bumi dan dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit. Ini artinya, ada kesinambungan antara masa lalu, tradisi dengan segala pemikiran-pemikirannya dengan pemikiran saat ini.

Kita tidak mungkin mengabaikan pengalaman masa lalu, dan memulai segala sesuatu dari nol. Kita tidak perlu menemukan kembali roda, karena roda telah ditemukan oleh bangsa Sumeria 6000 tahun silam. Sekarang ini yang terpenting adalah bagaimana mempergunakan roda itu untuk membuat kendaraan apa saja, berdasarkan fungsi dan prinsip kerja roda.

Ungkapan yang lazim disampaikan oleh guru sejarah adalah, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Bahkan untuk menghancurkan sebuah bangsa, tidak perlu membombardir bangsa tersebut, tetapi cukup dengan menghancurkan ingatan sejarahnya. Ini artinya, masa lalu, baik prilaku, pemikiran ataupun hasil kreasinya adalah hal yang sangat penting bagi keberlanjutan peradaban sebuah bangsa.

Pertanyaannya kemudian adalah, apa relevansinya ini semua bagi kehidupan kita sebagai orang Indonesia dengan segala hal yang berkaitan dengan keindonesiaan kita?

Indonesia, dilahirkan oleh sebuah kesepakatan. Hasil kompromi terbaik, meski tidak memuaskan semua pihak. Tetapi semua sepakat, kesetaraan yang berimplikasi pada hak dan kewajiban semua warga negara akan dijunjung tinggi. Kenapa ini penting, karena Indonesia dibangun di atas keberagaman. Baik suku, agama, ras maupun golongan, yang secara internal, masing-masing tentu saja menghidupi nilai-nilainya sendiri. Bisa saja, nilai-nilai yang dihidupi itu, bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Misalnya saja agama, Islam, Kristen, Budha, Hindu, Khonghucu tentu memiliki ajaran yang khas, sebagai sesuatu yang dipegang dan dipercaya pemeluknya. Berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi sebagai kepercayaan, masing-masing memiliki kebenarannya sendiri. Tidak mungkin, mengukur satu kepercayaan menggunakan kepercayaan lainnya. Ketika ini dipaksakan, maka keberagaman kita sebagai sebuah bangsa, menjadi ancaman.

Sementara, sejarah menunjukkan pada kita bahwa selama berabad-abad, beragam perbedaan yang dimiliki oleh bangsa yang membentuk Indonesia ini mampu hidup secara berdampingan. Bahkan masing-masing kepercayaan, mampu berkembang tanpa benturan-benturan berarti.

Dalam banyak tradisi menunjukkan, mereka yang berbeda mampu bekerjasama dalam gotong royong yang harmonis. Mengapa? Karena sepertinya, masing-masing kepercayaan mampu menyerap dan terserap ke dalam kearifan-kearifan lokal. Ada kecerdasan lokal, yang memfilter setiap apa yang datang dan melahirkannya kembali menjadi sesuatu yang khas Indonesia. Sesuatu yang baru datang dan dihidupi, tidak   serta merta meniadakan tradisi dan pemikiran yang sudah ada. Karena berpegang pada nilai-nilai luhur,  perbedaan yang diyakini dan dihidupi oleh masyarakat tidak membuyarkan ikatan.

Di Maluku, sering kita dengar tentang hubungan persaudaraan yang disebut dengan Pela Gandong. Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Berasal dari kata "Pela" dan "Gandong". Pela berarti ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti saudara. Jadi pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun