Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Memaafkan Itu Kosong-Kosong

14 Juni 2018   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2018   08:02 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.tokkoro.com

Kosong-kosong, begitulah seorang teman dulu menjelaskan saat kami bersalaman di momen lebaran. Karena menurutnya saat itu manusia kembali suci. Tidak ada lagi persoalan antara aku dan kamu, begitu dia bilang. Karena kita sudah saling memaafkan.

Mungkin kajiannya tidak sesederhana penjelasan teman kecil saya itu. Tetapi hingga kini, saya tidak menganggap bahwa teman kecil saya itu melakukan kekeliruan berarti. Sehingga, kinipun, begitulah saya memaknai setiap kali umat islam merayakan idul fitri.

Teman-teman saya, melalui kepercayaannya memiliki kesempatan untuk membangun kembali kehidupannya. Menihilkan hal-hal buruk yang pernah diperbuat dan terjadi, sehingga itu semua tidak lagi menjadi beban sejarah langkah hidupnya kelak. Karena menurut saya, melalui pernyataan 'kosong-kosong', teman saya ingin mengatakan 'kamu adalah seseorang yang baru buat saya'. Tidak ada sesuatu hal yang buruk yang dicatat oleh ingatan-ingatan mereka yang sudah saling memaafkan. Jadi nantinya tidak ada lagi akumulasi kesalahan.  

Itu artinya tidak akan ada kalimat yang berbunyi begini ; "kali ini kamu kumaafkan, tetapi tidak untuk lain kali." Karena jika kalimat ini masih ada, pernyataan maaf mungkin hanya bermaksud memaklumi. Karena pemberi maaf masih menyimpan persoalan di dalam hatinya dan tidak membuat keadaannya menjadi kosong-kosong. Bahwa semua dimulai dari awal.

Sebagai non muslim, saya ikut bahagia dengan kebahagiaan teman-teman, keluarga dan mereka semua yang merayakan idul fitri. Saya percaya, aura kesucian yang terpancar dari umat yang kembali disucikan  akan membawa kedamaian bagi dunia ini. Saya berharap tidak ada lagi caci maki hanya karena pilihan politik yang berbeda, ras berbeda, agama berbeda. Semua bisa saling tersenyum, menihilkan luka dan tanpa beban dapat mengampuni satu dengan yang lainnya.

Saya teringat satu ayat dalam iman saya tentang bagaimana seseorang harus mengampuni, yang saya pahami itu sebagai memberi maaf. Saat itu Petrus bertanya pada Yesus,  "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? l " Yesus menjawab, "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."

Pernyataan itu bukan ingin merujuk pada hasil perkalian matematis berdasar angka-angka yang tertera. Tetapi pada bagaimana semestinya manusia menjadikan maaf atau pengampunan sebagai upaya yang tidak memiliki kata cukup. Itu semua dapat dilakukan jika maaf selalu dimaknai sebagai kosong-kosong seperti kata teman kecil saya. Jadi ketika maaf diucapkan, tidak lagi menyisakan luka dan dendam di dalam hati kita. Semua kembali pada kesucian yang semestinya.

Selamat merayakan idul fitri keluarga dan sahabat tercinta. Mohon maaf lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun