Pendidikan adalah proses bagaimana seseorang belajar mengenal diri dan lingkungannya. Setelah itu, ia mampu menggunakan potensi diri dan lingkungannya untuk mempermudah dirinya menjalani hidup. Diri dan lingkungan, adalah subjek dan objek belajar yang sangat lokal. Apa yang baik bagi seseorang, belum tentu baik dan cocok bagi orang lain. Masing-masing tergantung pada bagaimana dan di mana seseorang berada. Pelajaran tentang bagaimana orang gunung memanfaatkan panas matahari, tentu berbeda dengan orang pantai. Memberi pengetahuan berdasarkan realitas yang dihadapi jauh lebih bermakna ketimbang memaparkan teori-teori yang bicara bagaimana yang seharusnya. Pertanyaannya adalah: mungkinkah kurikulum pendidikan yang didatangkan dari situasi beda sosiokultural, alam, dan yang lainnya itu menjawab kebutuhan yang sangat lokal tersebut? Apa hal ini bukan justru menjauhkan peserta didik dari dunianya?
Menemukan Pendidikan Unggul
Saya tidak antikapitalisme, karena keberadaannya juga sebuah realitas. Sebagai ideologi, kapitalisme juga punya nilai-nilai bebas, bak sebilah pisau. Belajar dari bagaimana kapitalisme menggiring dunia pendidikan, saya menemukan bagaimana ideologi yang membawa orang pada mekanisme pasar ini, sebuah kebajikan.
Dunia pendidikan itu disajikan, seperti halnya dunia kuliner. Saat berburu makanan, Anda akan menemukan banyak sekali tawaran. Tidak hanya makanan yang orang jual, tetapi juga suasana, fantasi, dan masih banyak lagi. Ada yang yang membangun restonya megah dan glamor dengan suasana kerajaan, tetapi tidak kurang juga yang menyajikan dengan gaya tengah sawah. Tetapi semua tetap setia pada esensi jualan mereka, makanan yang bisa Anda makan. Seandainya ternyata tak satu pun ada makanan yang bisa Anda makan, pasti kedatangan Anda akan menjadi yang pertama dan terakhir untuk makan di tempat tersebut. Lidah dan perasaan Anda itu sangat lokal untuk hal-hal yang esensial. Semua yang Anda lihat dan rasakan itu hanya pernik dan dekorasi saja. JIka analogi ini saya kaitkan dengan dunia pendidikan, maka unggul dan tidaknya pendidikan itu terletak pada esensinya dan bukan pada pernik dan gaya yang ditawarkannya. Semoga membantu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H